Kamis, 04 April 2013

Homeschooling adalah Pilihan Kami

Homeschooling (HS) adalah salah satu alternatif model pendidikan yang berbasis keluarga. Keberadaan HS diakui dan dilindungi oleh undang-undang. Jadi, bukan suatu kesalahan jika ada keluarga yang memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya di lembaga formal sebagaimana tidak salah juga jika ada keluarga yang memilih menyekolahkan anaknya di lembaga formal. Karena sekolah adalah pilihan, bukan suatu keharusan.

Pemerintah mencanangkan program Wajib Belajar, bukan Wajib Sekolah. Belajar bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dengan bentuk apa saja. Apalagi anak-anak adalah sosok pembelajar mandiri yang memiliki kecenderungan belajar secara alami. Bagi anak-anak setiap aktifitas yang mereka lakukan adalah suatu proses belajar di mana mereka mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman.


Konsep Homeschooling diorientasikan untuk mengembalikan fungsi keluarga pada hakikatnya sebagai pendidik pertama dan yang utama. Kebiasaan sebagian besar masyarakat untuk mendelegasikan tugas pendidikan ke lembaga formal, menjadikan hal tersebut seolah suatu kewajiban. Kebiasaan ini cenderung menimbulkan dampak lemahnya peran keluarga dalam tanggungjawab pendidikan anak. Bahkan kemudian muncul paradigma, bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dan memiliki legalitas tertentu. Saat terjadi hal yang tidak diinginkan pada diri anak, tak segan-segan orangtua menyalahkan pihak lembaga tanpa mengevaluasi pola pendidikan mereka di keluarga.

Sebagai miniatur masyarakat, keluarga merupakan basis fundamental dalam merekayasa kebaikan bagi lingkungannya. Cita-cita untuk menciptakan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur  dimulai dengan rekayasa keluarga sebagai lingkungan terkecil.Salah satu bentuk rekayasa terpenting dalam keluarga adalah tarbiyatul aulad. Karena anak sebagai bagian penting dalam keluarga bukan hanya sebagai pemanis dan penambah keharmonisan keluarga belaka.

Pandangan tersebut yang menjadi dasar bagi kami memilih model Homeshooling bagi anak-anak kami. Perjalanan HS kami sejak awal tidaklah mulus. Bagaimanapun juga, pilihan kami adalah sesuatu yang tak lazim di tengah masyarakat. Ada banyak pandangan menolak dan mempertanyakan. Namun semuanya dapat kami jawab dengan senyuman dan optimisme kami.

Selain tantangan eksternal tersebut, sebagai pemula kami hanya memiliki semangat. Pengalaman serta pengetahuan tentang cara menjalani keseharian HS masih belum kami miliki. Kebiasaan baru saat kami memutuskan HS adalah rajin membuka internet, terutama Facebook sebagai media berbagi dan berjejaring yang akrab bagi kami. Alhamdulillah, di sini kami dipertemukan dengan banyak keluarga yang memiliki visi yang sama dalam hal mendidik anak. Ada banyak inspirasi yang kami temukan, meskipun dalam implementasinya kami masih gagap.


Tantangan terberat saat memulai HS adalah tantangan internal. Ada banyak paradigma dan pola berpikir yang harus berubah 180 derajat. Karena bagaimanapun juga kami adalah produk sistem sekolah. Kungkungan formalitas selama bertahun-tahun membuat kami kehilangan sensitifitas belajar. Sehingga, tak jarang terjadi benturan-benturan harapan antara keinginan kami dengan keinginan anak-anak.

Menyadari berbagai kelemahan diri, keputusan HS telah memacu kami untuk terus belajar dan belajar dari berbagai sumber, berbagai situasi juga kondisi. Satu hal yang jarang kami lakukan sebelumnya, jika bukan karena tuntutan formalitas. Semoga ada banyak hikmah yang dapat kami petik dari keputusan ini. Aamien..

2 komentar:

  1. semangat terus bu, saya yakin ibu yang cerdas akan menghasilkan anak-anak yang cerdas... :)

    BalasHapus
  2. Info yang bermanfaat...
    setuju dengan gagasannya...
    Baytii Jannatii...

    BalasHapus