Selasa, 23 Februari 2016

Cooking Class

Memasak adalah salah satu kegiatan yang disukai anak-anak terutama Ira. Dalam kegiatan ini banyak hal yang bisa kita ajarkan. Selain meningkatkan bonding antara orangtua dan anak, memasak juga mengajarkan tentang kesabaran, ketelitian, serta perasaan syukur atas nikmat Allah SWT. Dalam kegiatan memasak bersama, kita berkesempatan untuk berdialog bersama anak-anak dengan santai. Pada anak-anak kami, obrolan pada saat-saat santai seperti itulah yang terlihat mengena di hati mereka.

Memasak juga merupakan salah satu life skill yang penting dilatihkan pada anak-anak. Pada anak-anak kami, karena mereka bercita-cita belajar hingga ke luar negeri, memasak merupakan kecakapan yang penting dimiliki. Mereka meyakini saat mereka merantau kelak, mereka harus bisa memasak makanan mereka sendiri agar bisa memilih yang halal dan thayyib.

Dalam kegiatan memasak kita bisa menyisipkan banyak materi pelajaran. Mulai dari sains, matematika, bahasa, hingga seni. Membuat adonan, mengamati perubahan bahan menjadi sebuah makanan, serta mengenal tentang perbedaan suhu, merupakan salah satu materi sains dalam memasak.

Menimbang, menakar, dan sebagainya merupakan materi matematika. Mengenal berbagai istilah dalam memasak seperti mengukus, menggoreng, dan sebagainya memberikan pengayaan bahasa bagi anak. Dan membuat aneka bentuk, menghias dan sebagainya adalah contoh materi seni.

Jenis masakan dalam kegiatan bersama anak-anak ini bisa beragam. Bisa memasak sayur, daging, atau hanya membuat camilan. Kesenangan anak-anak terutama karena mereka mendapat kepercayaan untuk melakukan pekerjaan orang dewasa.

Jangan berpikir untuk melakukan kegiatan ini kita harus pintar masak. Karena saya termasuk yang tidak terampil masak. Bahkan seringkali kegiatan ini menjadi ajang coba-coba resep. Hasilnya, ada yang sesuai harapan ada juga yang tidak. Di sinilah anak-anak kita belajar sabar menghadapi berbagai hasil dan fokus pada memaksimalkan usaha.

#ODOPfor99days
#day37

Senin, 22 Februari 2016

Bermain Balon

Kegiatan Naura bersama Rifki -murid satu-satunya di sekolah Naura, hee...- hari ini adalah bermain balon. Seru, lucu, dan menyenangkan.

1. Botol peniup balon
Ini merupakan kegiatan percobaan sains sederhana. Bahan-bahannya adalah: botol bekas, balon, air cuka, baking soda dan corong.

Caranya:
- pertama, masukkan satu sendok baking soda ke dalam balon memakai corong.
-kedua, masukkan air cuka ke dalam botol bekas
-ketiga, pasangkan balon ke mukut botol. Usahakan jangan sampai baking soda jatuh ke dalam botol
-terakhir, perlahan biarkan baking soda yang ada di dalam balon masuk ke dalam botol dan tunggu reaksinya.

Semua tahapan dilakukan sendiri oleh anak-anak dengan pendampingan orangtua. Saat melihat balon mengembang, mereka sangat senang dan bertepuk tangan. Seolah berhasil memenangkan sebuah tantangan.

2. Balon tahan api
Percobaan sains selanjutnya adalah balon tahan api. Caranya, masukkan air ke dalam balon kemudian balon ditiup. Setelah itu dekatkan bagian balon yang terisi air ke lilin yang menyala. Ternyata, balon tersebut tidak meletus.

Tahap memasukkan air dan meniup balon dilakukan oleh anak-anak. Tapi saat balon didekatkan ke lilin, anak-anak langsung bersembunyi dan ketakutan. Mereka kira balon akan meletus. Saat mereka melihat ternyata balon tidak meletus, mereka pun tertawa. Namun, sayang bagian ini tidak terdokumentasikan karena anak-anak tidak mau mendekat dan juru fotonya sibuk memegangi balon di atas lilin...hee..

3. Balon anti jarum
Pada percobaan ini, mulanya balon ditiup. Kemudian ambil jarum dan tusukkan jarum ke bagian bawah balon (bagian yang tebalnya). Naura yang pernah melihat Bani melakukan ini sudah tahu kalau balon tidak akan meletus. Jadi dia santai saja, namun rifki kembali ketakutan, dia tidak mau memegang jarum dan bersembunyi saat Naura menusukkan jarum ke balon.

4. Lomba tiup balon
Kegiatan terakhir adalah lomba meniup balon. Rifki dengan mudah dapat meniup balon hingga berukuran sedang. Namun, Naura mengalami kesulitan. Yang membuat saya kagum adalah kegigihan Naura. Dia terus berusaha meniup balon itu, walau gagal terus. Sampai hampir 15 menit dia bertahan. Hingga akhirnya dibantu oleh saya.

Alhamdulillah kegiatan-kegiatan sederhana ini dapat memberikan keceriaan dan kegembiraan pada anak-anak. Mengenai apakah mereka memahami fenomena sains dari percobaan tadi, bukanlah menjadi tujuan utama. Karena kegiatan ini diorientasikan pada kemauan mereka untuk mencoba dan melakukan hal baru serta menstimulasi rasa ingin tahu anak-anak.

#ODOPfor99days
#day36

Jumat, 19 Februari 2016

Ira nge-Blog

Semenjak melihat saya aktif menulis di blog, anak-anak sering bertanya seputar blog. Pengetahuan saya tentang blog tidak terlalu banyak. Maka, saya delegasikan penjelasannya kepada adik saya yang kebetulan seorang web developer.

Dialog mereka berlanjut pada permintaan Ira dibuatlan blog pribadi. Awalnya saya tidak akan mengabulkannya sekarang. Tapi nanti saat usianya sudah lebih matang. Namun, mendengar keinginan Ira tersebut, pamannya yang juga adik saya, langsung mengiyakan.

Hingga berwujudlah blog Ira yang tampilannya jauh lebih keren dibanding punya ibunya...hee...
Semoga blog ini bisa menjadi sarana belajar untuk pengembangan potensi Ira. Aamiin

#ODOPfor99days
#day35

Kamis, 18 Februari 2016

Hari ke- 34 Di One Day One Post

Mengikuti tema yang ditentukan ketua kelas, tulisan kali ini akan bercerita pengalaman selama 33 hari di grup One Day One Post (ODOP) for 99 days.

Alhamdulillah, itulah kesan pertama rasanya bergabung di grup ini. Target satu tulisan setiap hari kini membuat blog ini terisi penuh. Blog yang sudah lama kosong dan berdebu ini, kini mulai terlihat cerah kembali dengan munculnya tulisan-tulisan segar setiap hari. Walau kualitasnya belum sekelas blogger handal seperti sang Ketua Kelas teh Shanty.

Memaksakan diri menulis selama 33 hari tak terasa membuat otot-otot menulis mulai lentur. Kekakuan yang diakibatkan kurang percaya diri mulai luntur sedikit demi sedikit. Dulu, setiap akan menulis di blog pertanyaan yang selalu muncul adalah layakkah tulisan ini dipublikasikan? Sehingga, ide-ide yang muncul di kepala seringkali kembali terbenam karena pertanyaan itu. Idealisme dalam menulis juga sering membuat ide yang mulai dituangkan tidak pernah rampung. Pertanyaan, adakah yang akan membaca tulisan ini selalu terngiang.

Dengan tuntutan menyetorkan tulisan setiap hari, pertanyaan-pertanyaan itu mulai diabaikan. Target yang dipasang hanyalah memenuhi setoran, tanpa memikirkan layak atau tidaknya. Dengan sendirinya kekakuan-kekakuan pun mulai lentur. Dulu, selalu berharap tulisan yang dipublikasikan sekelas artikel layak muat di media massa. Bukan hanya sekedar curhatan yang cenderung subjektif. Namun, kriteria itu kini mulai diturunkan, sehingga memberikan peluang besar agar otot menulis terus bekerja tanpa hambatan.

Namun, kondisi aktifitas yang cenderung tidak stabil masih menjadi kendala penyetoran tulisan tepat waktu. Pada beberapa kesempatan, penyetoran dilakukan terlambat. Bahkan kesempatan Giveaway kemarin pun terlewat karena kondisi bayi 4 bulan yang beberapa malam kemarin begadang setiap malam. Sehingga, kondisi tubuh terasa kurang fit dan menyebabkan tertundanya penyetoran tulisan.

Tuntutan dari ODOP pun akhirnya memunculkan keberanian untuk membongkar file-file tulisan lama yang belum terpublikasikan. Sehingga jenis tulisan yang muncul di blog kini beragam. Sebenarnya blog ini didedikasikan sebagai catatan keseharian keluarga. Sedangkan tulisan-tulisan berupa hasil pemikiran pribadi ingin dipublikasikan secara terpisah. Akhir pekan saat grup meliburkan pesertanya untuk menyetor tulisan, tadinya diharapkan dapat menjadi kesempatan untuk mereview tulisan-tulisan yang sudah disetorkan. Namun, hal ini pun belum dapat terlaksana.

Untuk 33 hari selanjutnya, saya berharap dapat terus memelihara semangat menulis. Melakukan pengaturan ulang, serta melakukan review terhadap tulisan. Juga akan dilakukan pemisahan kategori tulisan. Untuk blog ini akan diisi dengan catatan keseharian keluarga. Sedang tulisan lainnya akan coba dituangkan dalam blog lain.

Semoga Allah berkenan meridloi cita-cita ini. Aamiin.

#ODOPfor99days
#day34

Bapak Rumah Tangga

Sebuah istilah unik yang pertama kali saya baca di catatannya Mba Mira Julia. Bapak Rumah Tangga digambarkan oleh Mba Lala, panggilan akrabnya, adalah seorang laki-laki yang tidak lagi membuat batasan yang jelas antara pekerjaan laki-laki dan perempuan, mereka selalu membuka diri terhadap pekerjaan-pekerjaan yang secara tradisional didefinisikan sebagai pekerjaan perempuan. Catatan yang dibuat Mba Lala merujuk pada suaminya sendiri yaitu Mas Sumardiono atau yang akrab dipanggil Mas Aar. Mba Lala menggambarkan bagaimana suaminya itu tidak segan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, memasak, belanja, hingga memandikan dan menyuapi anak-anak. Gambaran ini diperkuat oleh tulisan terakhir Mas Aar di Rumah Inspirasi, Mas Aar mendefiniskan maskulinitas sebagai gagasan tentang penghormatan dan perlindungan kepada pasangan dan keluarga, bukan penampilan fisik.
Maskulin adalah orang yang bertanggung jawab pada keluarganya. Maskulin adalah orang yang bisa memimpin keluarga sebagai satu tim. Lelaki maskulin bukan hanya menjadikan dirinya bintang, tetapi menjadikan pasangan dan anggota keluarganya sebagai bintang-bintang yang menerangi langit.

Membaca tulisan-tulisan tersebut, membuat saya tersenyum sendiri. Teringat akan sosok suami yang tidak jauh beda dengan yang digambarkan. Beliau -suami saya- adalah laki-laki yang tidak gengsi untuk mencuci, tidak enggan untuk memasak sendiri, dan tidak malu untuk membantu menyuapi anak-anak. Dengan empat orang anak dan tanpa ART, keberadaan suami saya sangat besar perannya dalam membantu menyelesaikan pekerjaan Rumah Tangga yang tak pernah usai. Alhamdulillah, kondisi ini beliau tunjukkan sejak awal menikah hingga 12 tahun pernikahan kami kini.

Tanggungjawabnya sebagai Kepala Rumah Tangga tidak hanya ditunjukkan dengan kesiapannya menjadi penanggungjawab materi (baca: nafkah), namun juga ditunjukkan dengan kesigapannya memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak. Oleh karena itu, anak-anak cenderung dekat dengan ayahnya. Tak jarang Beliau membawa anak-anak ke tempat kerja, sekedar jalan-jalan terutama saat saya sedang memiliki kesibukan.

Beliau juga memberikan keleluasaan agar saya bisa berperan aktif di masyarakat. Beliau selalu mengatakan, bahwa saya bukan hanya miliknya dan anak-anak tapi juga milik umat dan masyarakat. Alhamdulillah, motivasi dan kepercayaan ini yang selalu saya genggam. Sehingga, selalu berusaha menempatkan prioritas dengan tepat. Ada saatnya umat menjadi prioritas ke sekian, tapi adakalanya juga umat menjadi prioritas utama setelah anak-anak.

Beliau meyakini, apa yang dilakukannya masih jauh dari apa yang telah dicontohkan Rasulullah SAW pada umatnya. Sebagai insan yang paling sempurna, Rasulullah SAW selalu mencontohkan agar para Bapak tidak sungkan untuk ikut membantu pekerjaan Rumah Tangga. Rasulullah SAW juga selalu mewasiatkan agar para Bapak selalu memberikan perhatian dan menunjukkan kasih sayang kepada anak-anaknya. Sehingga para Bapak mampu menjadi teladan dan panutan bagi anak-anaknya bukan karena ketegasannya (baca: galak) tapi karena kasih sayangnya.

Semoga, semua pengorbanan yang telah banyak dilakukan suami saya berbuah pahala berlipat di hadapan Allah SWT. Aamiin

#ODOPfor99days
#day33

ODOP for Naura

Alhamdulillah, sejak awal bulan ini Naura tadarusnya sudah pindah ke al-Qur'an. Latihan baca Iqro'nya sebenarnya belum sampai IQRO jilid 6. Namun, karena dia meminta sudah masuk al-Qur'an, maka dikabulkan mengingat bacaannya sudah lancar.

Saat masih berlatih membaca IQRO' , cenderung tanpa target. Kami melakukannya saat anak terlihat semangat. Setelah mulai tadarus al-Qur'an seperti pada kedua kakaknya, kami menetapkan jam wajib baca al-Qur'an. Biasanya dilakukan ba'da shubuh atau pagi setelah sarapan. Target bacaannya kami serahkan pada anak-anak.

Waktu Bani mulai tadarus al-Qur'an, dia mentargetkan sehari satu halaman dan Ira setengah halaman sehari. Biasanya target tersebut akan terus meningkat seiring usianya. Kini Bani sudah bisa menamatkan satu Juz dalam sehari dan Ira 2-4 halaman sehari. Tadarus Ira sudah hampir khatam untuk kedua kalinya. Dia mengatakan jika target yang sekarang sudah khatam, ingin belajar mentargetkan tamat satu Juz perhari (baca: ODOJ). Sedang pada Naura kini, dia mentargetkan satu halaman sehari. Kami menamakannya ODOP (One Day One Page) for Naura.

Apakah anak-anak istiqomah dengan targetnya? Jawabnya...hee.. Orang dewasa (baca: orangtuanya) saja semangatnya naik turun, apalagi anak-anak. Maka, menjaga semangatnya itulah yang kemudian menjadi tugas kami. Tantangan terutama saat kami dihadapkan dengan kerepotan di luar aktifitas sehari-hari atau saat anak sakit. Juga ketika anak-anak menginap di rumah kakeknya. Tak jarang target-target itu lewat begitu saja. Maka tugas kami mengevaluasi bersama anak-anak. Hasilnya bukan dengan menurunkan target, tapi mendiskusikan bagaimana menghadapi situasi yang tidak stabil, konsekuensinya serta solusinya.

Apakah diskusinya berhasil memperbaiki kesalahan sebelumnya? Belum tentu, karena seringkali kondisi yang sama kembali berulang. Ini merupakan salah satu PR besar dalam keluarga kami. Namun, kami tetap optimis. Karena target utama kami adalah tumbuhnya kecintaan anak-anak terhadap al-Qur'an.

#ODOPfor99days
#day32

Selasa, 16 Februari 2016

Kisah Qarun; Mulia di Dunia, Hina di Akhirat

Sumber Foto: mujahidah231.blogspot.com
Diceritakan dalam QS al-Qashash mulai ayat 67 tentang Qarun yang dikaruniai harta berlimpah oleh Allah SWT. Qarun adalah salah seorang dari Bani Israil, kaumnya Nabi Musa. Beberapa ahli tafsir menyebutkan bahwa Qarun masih saudara dekat Nabi Musa. Dia adalah salah satu dari pengikut Musa yang pernah diselamatkan dari kejaran Fir’aun melalui Mu’jizat terbelahnya Laut Merah.
Kepada Qarun, Allah memberikan kelapangan dalam hartanya. Sehingga digambarkan oleh Allah, bahwa untuk membawa kunci-kunci tempat penyimpanan hartanya dibutuhkan banyak orang. Namun, diceritakan pula dalam ayat tersebut, bahwa karunia Allah itu diterima Qarun dengan sifat Bagha’, yaitu sombong. Bagha’ dalam Bahasa Arab menunjukkan sifat yang sombong dan sewenang-wenang. 


Dalam Tafsir Al-Azhar Juz XX, Buya Hamka menjelaskan,

“Oleh karena telah kaya raya itulah dia berlaku sewenang-wenang kepada kaumnya. Karena dia telah duduk di puncak tinggi kekayaan, orang yang miskin dipandangnya hina dan rendah. Mungkin juga kalau dia membeli barang-barang kepunyaan si miskin, dibelinya murah-murah. Kalau dia memberi upah, diberinya upah kecil. Kalau dia member, diberinya sedikit saja, sehingga tidak mencukupi. Kalau orang datang akan meminta sesuatu, dari jauh dia sudah tahu. Lalu dia menyatakan kekesalannya, tidak mau diganggu! Kalau dia berjanji akan member, diundur-undurnya janji itu sampai orang yang menagih janji itu jadi bosan. Semuanya itu adalah termasuk perangai orang telah digila oleh kekayaannya. Sedemikian itu adalah kesewenang-wenangan belaka.”


Karena kekayaan dan penampilannya, banyak orang yang berdecak kagum melihat Qarun. Siapa yang tidak tergiur dengan harta yang melimpah, semua kebutuhan terpenuhi, keinginan pun mudah tercapai. Sehingga banyak yang memuji, memuja, bahkan bermimpi ingin seperti Qarun. Dia mendapatkan kedudukan yang mulia di hadapan masyarakatnya.

Karena sifat Qarun yang Bagha', maka Allah mengutus Nabi Musa untuk memberi peringatan kepadanya. Namun, Qarun malah mengatakan bahwa harta yang dimilikinya adalah hasil kerja kerasnya selama ini. Sehingga dia merasa wajar jika ingin melindungi hak miliknya. Allah pun murka akan sikap kufur nikmat yang diperlihatkan Qarun. Dalam ayat 81 Surat al-Qashash, Allah memberikan azab dengan membenamkan Qarun beserta hartanya ke dalam bumi. Sehingga, orang-orang yang sebelumnya berangan-angan ingin seperti Qarun tersadar, bahwa sikap kufur nikmat tidak mendatangkan keberuntungan.

Kisah ini memberikan pelajaran berharga, bahwa kemuliaan hidup di dunia yang ditandai dengan puja dan puji dari orang-orang sekitar, kedudukan terhormat, atau harta yang banyak bukanlah tanda kemuliaan hakiki. Karena kemuliaan hakiki hanyalah bagi orang yang mampu beramal sholeh selama hidup di dunia.

#ODOPfor99days
#day31

Jumat, 12 Februari 2016

Belajar Menulis Surat

Salah satu kegiatan menstimulasi anak menulis yang kami lakukan di rumah adalah melalui belajar menulis surat. Kegiatan ini dilakukan saat anak sudah mulai bisa merangkai huruf dan menulis kata. Selain sebagai sarana stimulasi menulis, kegiatan ini juga mengajarkan anak tentang cara menulis dan mengirim surat serta mengenal tentang pos.

Kegiatan menulis surat baru-baru ini kami lakukan bersama Naura (5th). Kemampuan Naura membaca memang masih terbata-bata. Namun, dia sudah mengenal dan bisa menulis huruf walau masih ada beberapa huruf yang sering terbalik penulisannya. Naura juga sudah bisa merangkai huruf menjadi sebuah kata. Saat kami menawarkan kepada Naura untuk menulis surat, dia sangat antusias.

Pertama-tama kami menanyakan siapa temannya yang mau dikiriminya surat. Lantas dia memilih Farid, putranya Bubu Wiwik. Kami pun meminta alamat lengkap kepada Bubu untuk dituliskan di amplop surat nantinya. Selanjutnya dengan penuh kegembiraan, Naura mengambil kertas dan menuliskan sendiri isi surat sesuai kenginannya.

Selesai surat ditulis dan dimasukkan ke dalam amplop, kini waktunya mengirim. Kami memilih kantor pos yang ada di Gedung Sate, Bandung karena saat itu berbarengan dengan mengantar Bani latihan Pramuka di Taman Lansia. Kesempatan ini kami gunakan untuk mengenalkan Naura dengan kantor pos serta benda-benda pos. Para petugas pos yang ada di sana merasa heran melihat alamat yang tertera di amplop. Karena masih di dalam kota dan relatif dekat dari Gedung Sate. Apalagi kini eranya digital, dimana mengirim surat lewat pos sudah lama ditinggalkan orang-orang. Kami pun menjelaskan bahwa ini adalah upaya pembelajaran kami untuk anak-anak.

Kini, surat itu sudah sampai di tangan Farid. Bahkan sudah dibalasnya. Naura sangat senang, surat dari Farid penuh dengan gambar. Diperlihatkannya surat dari Farid pada semua orang rumah, termasuk uwa, bibi, nenek, dan sepupu-sepupunya. Katanya sih mau buat lagi balasannya. So...tunggu aja ya...hee...

#ODOPfor99days
#day30

Kamis, 11 Februari 2016

Sisi Lain Rumah Qur'an Bani

Salah satu kekhawatiran kami saat Bani masuk Rumah Qur'an (RQ), adalah ketidaksiapan Bani mengikuti kegiatan-kegiatan Pondok yang dalam bayangan kami pasti padat dan melelahkan. Namun, kekhawatiran itu tidak terbukti. Alhamdulillah, hingga hari ini Bani tampak asyik dan senang mengikuti program di RQ. Bahkan ada banyak pengalaman baru yang dia dapatkan selama 7 bulan di sana.

Selama Bani di RQ, sudah dua kali dia pulang dengan membawa pakaian yang sobek. Pertama, dia membawa baju koko biru tua yang sobek bagian depannya. Saat ditanya mengapa bisa begitu, dengan enteng Bani menjawab, tersangkut di pohon. Hingga akhirnya dia bercerita, bahwa dia dan teman-teman pondok yang laki-laki berlomba naik pohon kersen. Sayang, bajunya tersangkut hingga akhirnya sobek. Mengomentari hal itu, ayah hanya mengatakan, lain kali naik pohonnya pakai kaos jangan pakai baju koko, sayang katanya kalau sobek...hihi...

Kejadian kedua, Bani pulang dengan membawa celana panjang yang sobek di bagian lututnya. Padahal itu adalah celana baru yang dijahit sebelum dia masuk RQ. Kali ini Bani bercerita bahwa dia jatuh saat loncat dari mobil bak terbuka tumpangannya. Ceritanya waktu itu dia izin keluar bersama temannya untuk membeli beberapa keperluan. Karena jarak yang cukup jauh dan tidak ada kendaraan umum, pulang dari toko mereka menumpang sebuah mobil bak terbuka. Sayang saat loncat turun dari mobil, Bani terjatuh dan akibatnya celana Bani sobek. Kali ini komentar ayah tidak kalah enteng. Dia hanya mengatakan, lain kali belajarlah teknik yang tepat agar saat loncat itu tidak kemudian jatuh...haha...

Selain kedua cerita itu, ada banyak cerita-cerita "konyol" lainnya tentang keseharian Bani di RQ. Pernah suatu kali Bani dan teman-temannya iseng merubuhkan pohon pisang di kebun tetangga. Hingga akhirnya mereka mendapatkan hukuman. Ada juga cerita hujan-hujanan, futsal bareng, atau jalan-jalan bareng santri RQ dan ustadznya yang lupa membawa uang. Hingga akhirnya kehausan dan kelaparan di jalan.

Cerita-cerita Bani tentang keseharian dia di RQ bersama ustadz dan teman-temannya tak jarang membuat ummi khawatir. Walau demikian, ayah selalu menanggapinya dengan enteng. Sehingga, kekhawatiran ummi pun dapat diredam.

Satu hal yang membuat kami tenang, setidaknya kejadian-kejadian tersebut memperlihatkan bahwa program dan kegiatan di Pondok masih "manusiawi", dalam arti tetap memberikan ruang agar anak dapat bermain bebas, mengekspresikan rasa ingin tahunya, serta mengeksplorasi lingkungannya. Sehingga kegiatan menghafal al-Qur'an akan tetap dinikmati anak-anak tanpa adanya beban dan tekanan. Semoga....Aamiin.

#ODOPfor99days
#day29

Rabu, 10 Februari 2016

Belajar Matematika di IXL

Untuk pembelajaran matematika di rumah, kami dibantu oleh IXL yang merupakan situs latihan matematika online. Awalnya kami mengenal situs ini dari rumah inspirasi milik keluarga pak Aar dan bu Lala.

Dalam situs ini, disediakan latihan-latihan soal matematika yang terdiri dari berbagai grade. Mulai dari preschool hingga middle school. Pada tiap grade, latihan dikelompokkan berdasarkan subjek tertentu dan diurut mulai dari soal termudah hingga tersulit sesuai tingkatan kelasnya. Terdapat award yang bisa didapatkan setelah mengerjakan soal. Awardnya beragam, sehingga membuat anak tertarik dan tertantang.

Situs ini cukup disukai anak-anak kami, karena soal-soal latihannya didesain menarik untuk anak. Sehingga, anak-anak sering merasa bahwa mereka sedang bermain "game" bukan belajar matematika. Situs ini berbayar, untuk mempermudah dan memperingan biaya, kami bergabung dengan grup para orangtua yang ingin berlangganan. Grup ini dikelola oleh Mba Noviaty Fauziah, salah seorang pelaku HS di Indonesia. Pembayaran dilakukan setahun sekali dan dikoordinir langsung oleh beliau.

Jika anda berminat menggunakannya untuk materi belajar anak anda, situs ini juga menyediakan free trial. Agar anak anda bisa mencobanya terlebih dahulu sebelum memutuskan.

#ODOPfor99days
#day28

Selasa, 09 Februari 2016

Tantangan One Day One Ayat

Sudah hampir setahun program One Day One Ayat (ODOA) berjalan di Pimpinan Pusat Pemudi Persis. Beranggotakan 25 orang, setiap hari kami diwajibkan menghafal satu ayat yang dimulai dari Juz I. Tantangannya tentulah konsistensi. Tidak sedikit di antara kami yang kemudian menumpuk kewajiban setor, sehingga saat mau mulai membayar cicilan terasa sangat berat.

Program ini dilakukan melalui media WhatsApp (WA). Setoran dilakukan bersama pasangan masing-masing melalui voice recorder. Setelah melakukan setoran, yang bersangkutan lapor di grup untuk kemudian direkap oleh admin grup. Pada awalnya rekap yang dilakukan oleh admin memperlihatkan ceklis untuk setiap orang. Seiring waktu berjalan, ceklis itu semakin berkurang. Apalagi saat memasuki sesi Muraja'ah. Dalam program ODOA ini, mulai hari Sabtu hingga Kamis adalah waktunya ziyadah atau menambah hafalan. Dan hari jum'at adalah waktunya muraja'ah atau mengulang hafalan selama seminggu. Namun, melihat kesulitan dari beberapa orang anggota grup, maka sesi muraja'ah sering berlanjut hingga hari Sabtu bahkan Minggu.

Beberapa bulan yang lalu, grup ini telah menamatkan Juz I dalam al-Qur'an. Namun, dikarenakan masih banyak di antara anggota grup yang ketinggalan akibat menumpuk kewajiban. Akhirnya dua bulan yang lalu sesi ziyadah yang sudah masuk pertengahan Juz II dihentikan terlebih dahulu. Kegiatan di dalam grup dilanjutkan dengan terus melakukan Muraja'ah Juz I. Hingga akhirnya di penutup minggu lalu, admin grup memberikan tantangan.

Tantangan yang diberikan yaitu semua anggota grup ditantang menyetorkan seluruh hafalan Juz I dalam waktu dua hari. Penyetoran dilakukan langsung melalui rekaman di grup dan dinilai langsung oleh Ketua Umum PP Pemudi Persis. Alhamdulillah antusiasme anggota grup untuk mengikuti tantangan ini sangat bagus. Terlihat dengan munculnya rekaman-rekaman hafalan di grup yang terus saling mengejar. Kompetisi berjalan dengan indah, karena satu sama lain terus saling menyemangati. Dengan berbagai kondisi yang dihadapi, semua anggota grup tetap berusaha menyelesaikan tantangan.

Ada di antaranya yang melakukan rekaman hafalan walau dalam keadaan sakit, ada juga yang masih direpotkan dengan tugas jam'iyyah, ada pula yang berebutan waktu setor dengan tangisan bayi, pekerjaan rumah yang belum selesai, hingga yang bermasalah dengan handphone dan jaringan. Hingga akhirnya, terpilih enam orang pemenang yang mampu paling cepat menyelesaikan hafalannya. Mereka itu secara berturut-turut adalah :

  1. Risa Fitriyani
  2. Ipah Latifah
  3. Risna Risyana
  4. Insania Zakiyah
  5. Yolis Yulianti
  6. Herma Hermawati
Meskipun hanya enam orang yang dinyatakan berhak mendapat hadiah, namun hakikatnya semua anggota grup adalah pemenang. Karena kini, semuanya memiliki semangat yang sama, menjadikan al-Qur'an sebagai sahabat kehidupan. Semoga semua upaya kita berbuah barokah untuk kehidupan kita kini dan nanti. Uhibbukunna Fillah...

#ODOPfor99days
#day27

Stimulasi Membaca Al-Qur'an

Kita sudah banyak membahas mengenai stimulasi membaca dan menulis pada tulisan-tulisan sebelumnya. Lantas, muncul pertanyaan bagaimana dengan stimulasi membaca al-Qur'an yang termasuk bahasa asing bagi kita dengan huruf yang berbeda pula dengan tulisani kita. 

Sebenarnya tidak ada yang berbeda dengan stimulasi membaca pada umumnya, stimulasi membaca al-Qur'an bisa juga dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang serupa. Dan yang terpenting tidak perlu mengkhawatirkan perbedaan huruf serta bahasa, karena Allah telah menjamin bahwa Al-Qur'an itu cocok untuk setiap bangsa dan generasi. Dan merupakan salah satu mu'jizat al-Qur'an bahwa isinya akan mampu dibaca dan dihafal bahkan oleh orang yang tidak memahami artinya.

Bahkan, stimulasi al-Qur'an akan sangat baik dilakukan sejak di dalam kandungan. Bacaan al-Qur'an (tilawah) mampu memberikan ketenangan hati manakala dilakukan dengan penuh keikhlasan. Dan itu akan menjadi stimulasi yang paling baik bagi perkembangan janin. Sebaiknya tilawah dilakukan langsung oleh calon ibu atau calon ayah dan tidak mewakilkannya pada audio murottal para imam tilawah. Karena akan lebih mendekatkan janin dengan calon orangtuanya. Kegiatan tilawah dilanjutkan saat bayi sudah lahir. Semakin sering akan semakin mengakrabkan anak kita dengan al-Qur'an. Saat muncul kesiapan anak untuk belajar membaca sendiri, barulah kita mulai mengenalkan anak dengan bahasa tulisannya.

Beberapa orang berpendapat bahwa mengajarkan membaca al-Qur'an sebaiknya tidak berbarengan dengan mengajarkan membaca latin. Namun, berdasarkan pengalaman kami, hal itu tidaklah masalah. Ketiga anak kami yang paling besar memulai belajar mengenal tulisan dalam al-Qur'an bersamaan dengan kegiatan mereka belajar membaca. Hasilnya, tidak ada masalah, bahkan seringkali saling mendukung. Sehingga, saat anak mulai bisa membaca sendiri, dia pun mulai bisa membaca sendiri tulisan dalam al-Qur'an.

Untuk metode belajar membaca al-Qur'an hingga kini kami tetap menggunakan metode IQRA' yang bukunya terdiri dari enam jilid. Meskipun banyak metode lain yang menawarkan berbagai pendekatan, namun bagi kami metode IQRA' tetap yang paling cocok. Karena metode IQRA' menawarkan sistematika yang mudah, runut, dan lengkap. Meskipun memakai panduan yang sama, namun cara kami mengajarkannya kepada anak-anak berbeda disesuaikan dengan cara dan gaya belajar mereka. Inilah salah satu kelebihan IQRA' yang menawarkan fleksibilitas dalam metode belajarnya.

Pada Bani, anak pertama kami pengenalan huruf lebih banyak dilakukan melalui poster hijaiyyah yang ditempel di dinding. Tahap selanjutnya, karena Bani cenderung aktif, maka pembelajaran IQRA' dilakukan melalui game kartu IQRA'. Biasanya potongan-potongan kalimat latihan yang ada dalam IQRA' kami tuliskan dalam kartu-kartu yang kemudian dimainkan bersama Bani. Pada tahap selanjutnya kalimat-kalimat latihan itu kami print ulang dan ditempel sebagai poster di seluruh ruangan untuk dijadikan bahan bermain dengan Bani.

Berbeda dengan Bani, Ira yang cenderung lebih tenang menjalani pembelajaran IQRA'nya dengan metode belajar privat yang langsung menggunakan buku IQRA'. Lain lagi Naura, yang menggunakan kombinasi metode yang digunakan pada kakak-kakaknya. Sehingga, ketiganya mampu membaca al-Qur'an sendiri bersamaan dengan kemampuan membaca.

#ODOPfor99days
#day26

Market Day Ira

Tanggal 25 dan 27 Januari kemarin, Ira mengikuti program Market Day di tempat belajarnya RTA Nur Madinah. Program ini dimaksudkan agar anak-anak memiliki jiwa enterpreneur sejak dini. Karena pemupukan jiwa enterpreneur adalah salah satu materi penting dalam pendidikan ala Rasulullah SAW.

Berjualan bagi Ira bukan hal yang baru, karena di rumah pun hal ini menjadi salah satu materi pendidikan kami. Saat anak-anak menginginkan sesuatu kami membiasakan mereka untuk menabung demi memenuhi keinginannya. Dan salah satu sumber tabungan mereka adalah uang hasil jerih payah mereka sendiri.

Ira pernah berjualan hasil craft origami, craft gantungan kunci, serta bros-bros cantik. Ira juga pernah rutin berjualan jelly yang dibuatnya sendiri bersama adiknya. Biasanya barang yang dijual adalah barang kreasi Ira sendiri. Hal ini untuk menanamkan kebiasaan kerja keras dan ketekunan. 

Pernah suatu kali Ira menjual bros cantik buatan bi Irma -adik ipar umi-. Waktu itu anak-anak remaja Mesjid sedang melakukan penggalangan dana untuk renovasi mesjid. Dengan niat ingin mengumpulkan uang untuk ikut menyumbang, maka Ira membuat gantungan kunci boneka origami serta bros cantik buatan bi Irma. Semua uang hasil penjualan gantungan kunci dan bros tersebut disumbangkannya untuk renovasi mesjid.

Pada acara Market Day di RTA Nur Madinah, Ira membuat puding jelly pink dan donat kentang. Karena tema market day nya adalah makanan sehat. Semua proses pembuatan barang dagangan dilakukannya sendiri. Kecuali untuk pembuatan donat kentang, karena memang lebih ribet dibanding membuat puding.

Pada setiap sesi berjualan, Ira kami ajak untuk menghitung jumlah modal yang dikeluarkan, kemudian menghitung zakatnya, dan menghitung apakah jualannya untung atau rugi. Setelah itu uang zakatnya biasanya diserahkan ke Madrasah.

Dalam kegiatan ini, secara langsung atau tidak langsung anak mempelajari banyak hal, di antaranya :
1. Belajar berhitung
2. Mengenal tentang kewajiban zakat
3. Mandiri, tekun, dan kerja keras
4. Berinteraksi dengan pembeli
5. Percaya diri

#ODOPfor99days
#day25

Kamis, 04 Februari 2016

Rumah Qur'an Untuk Bani

Sebelum masuk Pesantren, menghafal al-Qur'an merupakan salah satu materi Homeschooling kami. Tak ada target kapan anak harus bisa menghafal seluruh al-Qur'an, program menghafal al-Qur'an yang kami lakukan hanya bertujuan agar anak-anak kami dekat dengan al-Qur'an dan memiliki kebiasaan menghafal al-Qur'an. Bagi kami yang terpenting adalah dawam dan istiqomah.

Saat memutuskan masuk Rumah Qur'an (RQ), Bani diberitahu bahwa program di sana mentargetkan anak hafal al-Qur'an selama 3 tahun. Artinya, dalam setahun anak diharapkan dapat menghafal 10 Juz, dan satu semester menghafal 5 Juz. Awalnya kami mengira, Bani akan merasa keberatan dengan target program tersebut. Karena biasanya dia akan merasa tidak nyaman jika mempelajari sesuatu dengan target yang ditentukan oleh orang lain.

Rumah Qur'an berada di Jalan Permata Bumi Raya no. 16 Cisaranten Kulon Arcamanik, Bandung. Pondok ini baru berdiri di awal tahun 2015, artinya saat Bani masuk ke sana di bulan Juli 2015, Bani sudah ketinggalan satu semester pembelajaran di sana. Sebelum masuk program menghafal, RQ mensyaratkan para santrinya agar lancar dan benar terlebih dahulu dalam membaca al-Qur'an. Sebelumnya, rata-rata santri lulus masuk program tahfidz setelah 3-4 bulan belajar di RQ. Bahkan banyak di antara santri RQ yang belum masuk program tahfidz saat Bani masuk ke sana. Bani sendiri alhamdulillah bisa menyesaikan semua rangkaian tes membaca hanya dalam 3 minggu. Sehingga di minggu keempat dia sudah masuk program tahfidz. Menurut Ustadz Yusep, pengasuh di RQ, itu merupakan rekor tercepat yang bisa diraih santri RQ.

Para santri di RQ tetap bersekolah di sekolah formal yang ada di sekitar Pondok. Namun, karena dari awal Bani tidak bersekolah, maka saat di RQ pun Bani tetap tidak bersekolah formal. Untuk itu pihak RQ memberikan pelajaran tambahan bagi Bani di samping materi menghafal al-Qur'an.

Ada tiga syarat yang diberikan pihak Pondok saat Bani masuk RQ, yaitu : 1). Masuk RQ atas dasar kemauan sendiri; 2) Orangtua mendukung; dan 3) Siap mengikuti aturan dan program di RQ dengan baik. Alhamdulillah Bani memiliki ketiga syarat itu insya Allah. Namun, pada kenyataannya tidak sedikit anak-anak yang masuk RQ tidak memiliki ketiga syarat itu, terutama pada syarat yang pertama. Hal inilah salah satunya yang menyebabkan banyaknya santri yang akhirnya kembali ke rumahnya di bulan berikutnya. Hingga akhirnya hari ini jumlah santri RQ yang asalnya 30 orang berkurang menjadi 14 orang, dengan 5 orang santri pria dan 9 orang santri wanita. Menurut pihak Pondok, keempat belas santri ini adalah santri yang telah teruji dan akan berusaha terus dipertahankan oleh RQ untuk bisa menyelesaikan program yang telah ditargetkan RQ.

Kini, satu semester sudah Bani menjalani program belajar di Rumah Qur'an. Pada akhir Januari kemarin, pihak RQ memberikan hasil evalusi belajarnya. Dari empat program utama RQ, yaitu QuQiSS yang merupakan singkatan dari Qur'an, Qiyamul Lail, Shaum, dan Shadaqah, Bani dinyatakan dapat mengikuti dengan baik. Bahkan hapalan Bani sudah mampu mencapai target yang diharapkan RQ yaitu 5 Juz. Dari 14 santrinya, yang kemarin dapat memenuhi target 5 Juz baru ada tiga orang, salah satunya Bani.

Harapan kami, program-program belajar di RQ mampu menjadi penyemangat agar Bani bisa tumbuh menjadi generasi pecinta al-Qur'an. Aamiin

#ODOPfor99days
#day24

Selasa, 02 Februari 2016

Yuk, Selamatkan Generasi

Rasanya tak pernah usai berita tentang penganiayaan, pelecehan, serta berbagai kasus kekerasan lainnya datang menyapa kita. Pelaku juga korbannya dari berbagai kalangan mulai dewasa, remaja, hingga anak-anak. Bahkan, bagaikan jamur di musim hujan. Saat ditemukan satu kasus baru, maka bermunculanlah kasus-kasus yang serupa dengannya. Seolah penemuan kasus tersebut bagaikan gunung es yang menjulang ke atas, sedangkan di bawahnya berhimpun kasus-kasus serupa yang tidak kalah "sengit". 
Sebagai seorang muslimah, tentu kita merinding mendengar semuanya. Tak terbayangkan bagaimana generasi setelah kita, jika masa anak-anak dan remajanya penuh dengan berbagai penganiayaan, pelecehan, dan lain sebagainya. Bukankah Ali bin Abi Thalib telah menyatakan bahwa, anak-anak kita akan hidup di zaman yang berbeda dengan kita? Jika pondasi zaman yang diletakkan hari ini berada dalam dunia yang penuh kebobrokan, maka bagaimanakah zaman anak-anak kita nanti??
Setidanya ada tiga hal yang penting menjadi focus perhatian kita dalam upaya menyelamatkan generasi kita.
1.       Pengasuhan Orangtua
Gaya pengasuhan atau yang kini popular dengan istilah "parenting" merupakan pola perilaku orangtua terhadap anak yang melibatkan berbagai perilaku. Gaya pengasuhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akhlaq seorang anak. Baik akhlaq terhadap diri, orangtua, teman, saudara, bahkan akhlaq terhadap Allah.
Ibu adalah al-madrasatu al-ula bagi anak-anak. Sikap dan perilaku seorang ibu terhadap anak-anak akan menjadi dasar bagi sikap dan perilaku mereka di masyarakat. Bukankah Rasulullah SAW telah bersabda agar memilih wanita yang al-walud al-wadud. Al-walud artinya subur dan memiliki banyak anak, namun diiringi al-wadud yaitu cinta dan kasih sayang terhadap anaknya.
Hasil sebuah penelitian menyatakan, bahwa sebagian besar kasus pelecehan serta kekerasan yang diterima oleh anak-anak bersumber dari orang-orang terdekatnya termasuk orangtuanya. Apalagi sebagai seorang ibu, perlakuan kekerasan terhadap anak sangat rentan kita lakukan. Omelan, makian, serta teriakan tak jarang mewarnai keseharian kita dalam mengasuh anak-anak. Alasan "demi kebaikan anak" tetap tidak dapat membenarkan perilaku tersebut. Karena jika niatnya baik, caranya pun harus baik. Itulah yang diajarkan Islam pada umatnya.
Rasulullah SAW telah memberikan banyak contoh tentang cara mengajarkan kebaikan pada anak. Teladan yang Beliau berikan tak pernah diwarnai omelan, teriakan, maupun pukulan. Namun, generasi yang Beliau hasilkan adalah generasi salafus shalih, yang mampu menaklukan dunia dengan keimanan.
Berikan kepada anak-anak kita, cinta yang melindungi di kala mereka gundah. Bukan cinta yang mendikte di kala mereka salah. Curahkan kasih sayang yang menumbuhkan kesadaran, bukan kasih saying yang membutakan mata hati. Ungkapan pujian dan ucapan saying harus senantiasa menghiasi bibir kita ketika berkomunikasi dengan anak-anak. Tegurlah mereka dengan kelembutan, berikan selalu arahan untuk berbuat kebaikan melalui teladan dan nasehat.
2.       Pendidikan dan Sekolah
Pendidikan seorang anak adalah mutlak tanggungjawab orangtuanya. Banyak sudah ayat al-Qur'an serta hadits Nabi Muhammad saw yang berbicara tentang hal ini. Menyadari tanggungjawab ini tidak sedikit orangtua yang rela mengeluarkan uang puluhan juta rupiah demi pendidikan anak-anak mereka. Ada lagi kelompok lain yang segera mencarikan lembaga pendidikan yang baik sejak usia anak mereka masih dini. Dengan melakukan itu semua mereka merasa telah memberikan pendidikan terbaik untuk anaknya. Padahal tidak, karena pendidikan terbaik ada di dalam rumah.
Lembaga pendidikan adalah pihak ketiga dalam proses pendidikan anak yang berperan membantu tugas orangtua. Namun, bukan menjadi pengambil alih proses pendidikan tersebut. Tanggungjawab pendidikan tidak serta merta berpindah kepada lembaga saat kita telah membayar mahal lembaga tersebut. Orangtua dan rumah tetap memiliki peran dan tanggungjawab yang paling besar terhadap pembentukan akhlaq anak-anak kita. Pondasi keimanan serta bangunan kesholehan selayaknya dibangun oleh para orangtua sejak dini.
Apalagi jika melihat kondisi system pendidikan di Negara kita saat ini. Kurikulum yang terus berganti dan tidak diiringi dengan pergantian SDM-nya. Menyebabkan kurikulum tersebut bagaikan omong kosong dan bualan semata. Pergeseran paradigma keberhasilan belajar yang hanya diukur sebatas nilai rapot. Keberhasilan seorang anak yang hanya dipandang dari pengumuman kelulusan ujian. Materi-materi yang diberikan dihafal dan dibaca hanya sekedar untuk dapat menjawab soal ulangan. Semuanya melahirkan generasi yang rapuh nilai dan kosong akan makna.
Saatnya kita bergerak, menjadikan rumah kita sebagai madrasah pertama dan yang utama bagi anak-anak kita. Ajarkan pesan-pesan Nabi SAW, sampaikan kisah-kisah para pejuang Islam. Niscaya anak-anak kita akan memiliki jiwa besar. Mereka memiliki rasa percaya diri yang tinggi, konsep diri yang baik, pikiran yang terbuka, dada yang lapang dan harga diri (self-esteem) yang kukuh.
Jadikan lembaga di luar rumah hanya sebagai bala bantuan yang digunakan jika diperlukan. Selektif memilih dan memilah bagian mana yang akan kita perkuat sendiri di rumah, dan bagian mana yang memerlukan bantuan pihak luar.
3.       Teknologi Informasi dan Komunikasi
Dunia kita hari ini telah jauh berubah. Arus globalisasi yang ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi dan informasi menyebabkan dunia makin sempit. Kita akan dengan sangat mudah mengakses berbagai kisah dan berita dari berbagai belahan dunia hanya dalam hitungan detik. Media elektronik bukan lagi barang mewah yang hanya dimiliki orang berduit. Karena di setiap rumah bahkan yang terletak di gang sempit, teknologi ikut hadir.
Kondisi ini menyebabkan anak-anak kita menjadi digital natives atau anak-anak digital. Teknologi menjadi bagian dari keseharian mereka, dan mereka mengenal teknologi tersebut sejak lahir. Dampaknya mereka menjadi sangat bergantung pada listrik, internet, dan gadget.
Problematika yang sering muncul pada anak-anak ini salah satunya adalah kurang focus. Gambar-gambar yang dihasilkan perangkat digital mudah berubah dan berdurasi singkat. Hal ini menyebabkan anak-anak sulit berkonsentrasi dan cenderung sulit tenang. Emosi mereka meledak-ledak, serta seringkali bertingkah sesukanya. Informasi terbuka yang mudah sekali mereka dapatkan menyebabkan orangtua dan guru tidak lagi menjadi sumber referensi mereka.Pengaruh buruk teknologi telah banyak diungkap dan dibahas para ahli. Yang perlu kita sikapi adalah bagaimana membentengi anak-anak kita dari pengaruh buruk tersebut.
Meski begitu kita tidak bisa mengharamkan teknologi untuk anak-anak. Karena bagaimana pun juga ada banyak peluang dan keuntungan di sana. Yang harus kita lakukan pertama kali adalah paham dan terampil dalam menggunakan teknologi. Selanjutnya jadilah orangtua yang otoritatif, dengan memberlakukan aturan main bagi penggunaan teknologi yang mengikat semua anggota keluarga termasuk kita. Masukkan ke dalam aturan main tersebut batasan waktu serta reward dan punishment.
Orangtua harus waspada saat muncul gejala kecanduan pada anak. Segera hindarkan anak dari teknologi dan berikan alternative kegiatan yang lebih menantang tapi tetap menyenangkan bagi anak. Jadikan teknologi yang mulanya sebagai saraba hiburan menjadi sarana pendidikan dan belajar bagi anak-anak kita. Insya Allah, saat orientasi pendidikan sudah lurus. Pola pengasuhan sudah dibenahi, teknologi tidak lagi menjadi buah simalakama bagi kita.

Selayaknya sebagai seorang Muslimah, kita tidak akan hanya menyesali dan mengutuk berbagai kondisi negative yang muncul akhir-akhir ini. Namun, saatnya kita berkarya berbuat sesuatu yang nyata demi menyelamatkan generasi penerus kita. Tentunya demi kejayaan Islam dan kaum Muslimin. 

#ODOPfor99days
#day23

Bermain VS Belajar

Istilah bermain dan belajar sering menjadi penyebab terjadinya 'percekcokan' antara kita sebagai orangtua dengan anak. Orangtua sering menuntut anak untuk lebih banyak belajar daripada bermain, namun anak sebaliknya. Sebenarnya hal itu tak perlu terjadi, karena pada dasarnya bermain dan belajar bukan merupakan dua hal yang berbeda.
Dunia anak adalah dunia yang penuh keceriaan dan canda tawa. Kita sering dibuat tertawa sendiri jika mengenang masa itu dalam hidup kita. Aktivitas mereka masih terlihat natural, tanpa harus terbebani dengan berbagai formalitas kehidupan. Bermain pun menjadi salah satu karakteristik kehidupan mereka yang khas. Sehingga dunia mereka adalah dunia bermain. Namun, orangtua sering membatasi aktivitas bermain anak dengan alasan agar mereka belajar lebih banyak.
Kejengkelan, kekhawatiran serta kekesalan orangtua biasanya dikarenakan mereka mempertentangkan antara bermain dengan belajar. Pada saat belajar, anak dituntut untuk serius, kaku dan tidak dapat mengekspresikan dirinya secara utuh. Bagi seorang anak, ini adalah pengekangan. Sehingga tidak sedikit yang terjadi malah pembangkangan. Pada akhirnya anak akan mempersepsi belajar secara negatif dan berusaha terus menghindarinya.

Selama ini para orangtua mengorientasikan belajar pada banyaknya hal yang dapat dihafal anak, nilai rapot yang bagus, juara kelas serta segudang prestasi. Mereka kemudian menyusun program belajar, les, kursus serta privat lainnya yang harus diikuti anak. Sehingga, terkesan mereka menjadikan anaknya robot yang harus dapat mencapai cita-cita orangtua mereka. Dengan paradigma belajar seperti ini, anak menjadi seorang yang kaku karena tidak dapat memenuhi kebutuhan bermainnya. Banyak anak yang tidak dapat mengembangkan fungsi psikologisnya, kemampuan mental serta tidak mendapat kebahagiaannya.

Pada dasarnya belajar bagi seorang anak, adalah bagaimana dia dapat mengenal, memahami serta bersikap dalam lingkungannya. Anak telah memiliki kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan. Belajar sebagai suatu proses yang disengaja hanyalah bertugas memfasilitasi proses pembangunan dan pengkreasian pengetahuan tersebut. Melalui aktivitas yang natural, hangat dan menyenangkan belajar akan terasa lebih bermakna bagi anak.

Untuk itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua agar dapat menghadirkan proses belajar yang menyenangkan, yaitu :
1.       Ubah mindset orangtua bahwa belajar harus serius
Pandangan yang lurus ke depan, duduk dengan manis, sikap tubuh yang tegap dan tidak loyo, tangan yang selalu siap mencatat adalah sikap-sikap yang dipersepsikan oleh orangtua harus dilakukan anak saat belajar. Sehingga mereka akan marah saat melihat anaknya tertawa-tawa, loncat kesana kemari, atau membongkar isi lemarinya. Orangtua juga lebih senang melihat anaknya duduk menulis dan membaca daripada menggambar atau main game.
Persepsi inilah yang harus mulai kita ubah. Karena persepsi yang salah tentang belajar akan menimbulkan tindakan yang salah pula dalam memfasilitasi belajar anak. Anak adalah pembelajar alami yang mampu mengkreasikan pengetahuan dan keterampilan secara mandiri. Lihat saja bagaimana saat bayi mereka akhirnya bisa berjalan. Tanpa latihan yang terstruktur, instruksi ataupun aba-aba, mereka mampu meniru orang dewasa berjalan secara mandiri.

2.       Perhatikan sudut pandang anak
Pertimbangkan kepentingan mereka bukan hanya kepentingan kita sebagai orangtua. Kita sebagai orangtua sering mempersepsi bahwa anak tidak tahu apa yang terbaik bagi dirinya, dan orangtuanyalah yang lebih tahu. Anak adalah individu yang unik, yang memiliki keinginan serta perasaan. Mereka ingin dipahami dan dihargai sebagaimana layaknya kita. Untuk itu Lakukan dialog yang terbuka dan jujur tentang apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh anak. Terbuka artinya memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan perasaan dan keinginannya. Jujur artinya berikan informasi yang benar serta penghargaan yang tepat untuk setiap prestasinya.

3.       Cairkan batasan antara belajar dan bermain
Tak perlu ada waktu khusus untuk belajar atau bermain, karena setiap aktifitas anak adalah proses belajar yang menyenangkan. Yang perlu dilakukan adalah memfasilitasi setiap aktifitas anak agar lebih bermakna.

4.       Ganti istilah belajar dengan bermain

Jangan katakan, "Yuk, belajar membaca!" tapai katakan, "Yuk, kita mulai permainan membaca." Jangan pula terlalu akademik, karena nilai bukan orientasi utama bagi anak. Tapi kepuasan dan kesenangan adalah tujuan utama aktifitas yang mereka lakukan.

#ODOPfor99days
#day22

Durhaka Orangtua Terhadap Anak

Ada sebuah hadits riwayat Imam Bukhori yang sering disebut hadits Jibril. Dikatakan demikian, karena hadits ini menceritakan tentang Malaikat Jibril yang menampakkan dirinya di hadapan Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam wujud manusia. Jibril saat itu tiba-tiba datang saat Rasulullah SAW sedang berkumpul bersama para sahabatnya. Jibril mengemukakan beberapa pertanyaan yang langsung dijawab oleh Rasulullah SAW. Para sahabat sendiri tidak menyadari kalau yang datang itu adalah Malaikat Jibril. Mereka baru mengetahuinya setelah diberitahu oleh Rasulullah SAW sesaat setelah Jibril menghilang dari hadapan mereka.

Salah satu pertanyaan yang dikemukakan oleh Malaikat Jibril adalah mengenai Hari Kiamat, berikut kutipan haditsnya,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيْهِ رَضِيَ الله ُعَنْهُمَا قَالَ :... قَالَ فأخبرني عن الساعة. قال ما المسؤول عنها بأعلم من السائل. قال فأخبرني عن أمارتها. قال: أن تلد الأمة ربتها و أن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان...(البخارى)

Dari Ibnu Umar dari ayahnya –semoga Allah meridloi keduanya- ia berkata :…. Dia (Jibril) bertanya : Kapankah hari akhir itu? Nabi menjawab : Tidaklah orang yang ditanya itu lebih mengetahui daripada orang yang bertanya. Dia bertanya lagi : lalu kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya. Nabi menjawab : Apabila seorang budak melahirkan majikannya, dan kamu melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, bermegah-megahan dalam membuat bangunan…. (HR Bukhari)

Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW menyatakan bahwa beliau tidak tahu kapan datangnya kiamat, sama dengan Malaikat Jibril. Karena ilmu tentang Hari Kiamat hanya dimiliki oleh Allah SWT.Namun, Rasulullah SAW menyebutkan dua di antara tanda-tanda kiamat. Salah satunya ialah saat seorang budak melahirkan majikannya. Dalam bukunya Ar-Risalah Juz I halaman 14, Nashruddin Syarief menjelaskan maksud kalimat ini setidaknya ada empat, namun yang paling tepat menurut Ibnu Hajar al-'Asqalani yaitu seorang ibu sudah dijadikan seperti budak oleh anak-anaknya. Mereka berperilaku bagai seorang majikan terhadap ibunya.

Dari pemahaman di atas, tentu kita dapat menyimpulkan bahwa salah satu tanda kiamat adalah banyaknya anak yang durhaka kepada orangtua. Mereka yang telah memperlakukan orangtuanya dengan tidak hormat, bahkan memandang orangtuanya bagaikan hamba sahaya bagi mereka.

Namun kemudian muncul pertanyaan, bagaimana anak-anak ini berperilaku seperti itu kepada orangtua mereka sendiri. Padahal mereka tahu, bahwa ibunyalah yang telah mengandung, melahirkan, bahkan mengurus mereka sejak kecil. Sedangkan seorang anak itu lahir dalam keadaan fithrah, seperti yang diungkapkan dalam hadits berikut ini,


"Tidak ada seorang anak pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi, sebagaimana halnya binatang lahir dalam keadaan sempurna, adakah kau melihat ada cacat padanya." (HR Muslim dari Abu Hurairah)

Kondisi fithrah yang dibekalkan Allah kepada setiap anak, akan berubah karena pengaruh pendidikan orangtua dan lingkungannya. Untuk itu, saat muncul perilaku "durhaka" pada anak, selayaknya evaluasi dilakukan pada peran orangtua dan lingkungannya. Sehingga kita tidak dengan mudah menempelkan label anak durhaka. 

Rasulullah SAW mengajarkan kepada para orangtua untuk menanamkan akhlaq yang baik sejak usia dini. Bahkan dimulai dengan pemberian nama yang didalamnya tersemat do'a serta cita-cita luhur yang akan menjadi orientasi para orangtua dalam mendidik anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda,

"Di antara kewajiban orangtua terhadap anaknya adalah mendidiknya dengan budi pekerti yang baik dan memberikan nama yang baik" (HR Baihaqi dari Ibnu Abbas).

Pada tahap selanjutnya Rasulullah SAW memerintahkan orangtua untuk mengutamakan pendidikan ibadah pada anak-anaknya. Usia dasar adalah usia yang tepat dalam mengajarkan ibadah serta menanamkan akhlaq kepada anak. Rasulullah SAW bersabda,

Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka (jika tidak melaksanakan shalat) saat usia mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidurnya. (HR Abu Daud dari Ibnu 'Amr al-'Ash)

Kenyataannya banyak orangtua yang lebih mengorientasikan pendidikan anaknya pada hal-hal yang bersifat materi. Sekolah menjadi penting bagi mereka agar anak-anaknya mendapatkan jaminan pekerjaan dan kehidupan yang layak di dunia. Namun, kehidupan yang layak di akhirat seringkali terlupakan.

Selain itu, Rasulullah SAW mengamanatkan pentingnya pemberian perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak. Rasulullah SAW mengajarkan agar umatnya selalu meluangkan waktu untuk bercanda bersama anak, mengapresiasi, serta menunjukkan rasa cinta.


“Apakah engkau suka menciumi anak-anakmu? Jawab mereka: Kami tidak melakukan hal itu. Nabi bersabda: apakah kalian tidak takut Allah mencabut rasa kasih saying dari hatimu?” (HR Bukhari dari “Aisyah ra).

“Segala sesuatu tanpa meneybut nama Allah adalah senda gurau atau kelalaian , kecuali empat perkara: berjalan seorang lelaki di antara dua tujuan (untuk memanah), mendidik kudanya, bersenda gurau dengan keluarganya dan belajar berenang” (HR Thabrani).

Dari paparan di atas, maka siapakah sebenarnya yang durhaka saat muncul kejadian anak yang menjadikan orangtuanya bagai hamba bagi mereka? Ternyata, bukan hanya ada durhaka anak terhadap orangtua saja, tapi sejatinya yang terjadi adalah durhakanya orangtua terhadap anak-anaknya. Na'udzubillahi min dzalik.

#ODOPfor99days
#day21