Selasa, 02 Februari 2016

Yuk, Selamatkan Generasi

Rasanya tak pernah usai berita tentang penganiayaan, pelecehan, serta berbagai kasus kekerasan lainnya datang menyapa kita. Pelaku juga korbannya dari berbagai kalangan mulai dewasa, remaja, hingga anak-anak. Bahkan, bagaikan jamur di musim hujan. Saat ditemukan satu kasus baru, maka bermunculanlah kasus-kasus yang serupa dengannya. Seolah penemuan kasus tersebut bagaikan gunung es yang menjulang ke atas, sedangkan di bawahnya berhimpun kasus-kasus serupa yang tidak kalah "sengit". 
Sebagai seorang muslimah, tentu kita merinding mendengar semuanya. Tak terbayangkan bagaimana generasi setelah kita, jika masa anak-anak dan remajanya penuh dengan berbagai penganiayaan, pelecehan, dan lain sebagainya. Bukankah Ali bin Abi Thalib telah menyatakan bahwa, anak-anak kita akan hidup di zaman yang berbeda dengan kita? Jika pondasi zaman yang diletakkan hari ini berada dalam dunia yang penuh kebobrokan, maka bagaimanakah zaman anak-anak kita nanti??
Setidanya ada tiga hal yang penting menjadi focus perhatian kita dalam upaya menyelamatkan generasi kita.
1.       Pengasuhan Orangtua
Gaya pengasuhan atau yang kini popular dengan istilah "parenting" merupakan pola perilaku orangtua terhadap anak yang melibatkan berbagai perilaku. Gaya pengasuhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akhlaq seorang anak. Baik akhlaq terhadap diri, orangtua, teman, saudara, bahkan akhlaq terhadap Allah.
Ibu adalah al-madrasatu al-ula bagi anak-anak. Sikap dan perilaku seorang ibu terhadap anak-anak akan menjadi dasar bagi sikap dan perilaku mereka di masyarakat. Bukankah Rasulullah SAW telah bersabda agar memilih wanita yang al-walud al-wadud. Al-walud artinya subur dan memiliki banyak anak, namun diiringi al-wadud yaitu cinta dan kasih sayang terhadap anaknya.
Hasil sebuah penelitian menyatakan, bahwa sebagian besar kasus pelecehan serta kekerasan yang diterima oleh anak-anak bersumber dari orang-orang terdekatnya termasuk orangtuanya. Apalagi sebagai seorang ibu, perlakuan kekerasan terhadap anak sangat rentan kita lakukan. Omelan, makian, serta teriakan tak jarang mewarnai keseharian kita dalam mengasuh anak-anak. Alasan "demi kebaikan anak" tetap tidak dapat membenarkan perilaku tersebut. Karena jika niatnya baik, caranya pun harus baik. Itulah yang diajarkan Islam pada umatnya.
Rasulullah SAW telah memberikan banyak contoh tentang cara mengajarkan kebaikan pada anak. Teladan yang Beliau berikan tak pernah diwarnai omelan, teriakan, maupun pukulan. Namun, generasi yang Beliau hasilkan adalah generasi salafus shalih, yang mampu menaklukan dunia dengan keimanan.
Berikan kepada anak-anak kita, cinta yang melindungi di kala mereka gundah. Bukan cinta yang mendikte di kala mereka salah. Curahkan kasih sayang yang menumbuhkan kesadaran, bukan kasih saying yang membutakan mata hati. Ungkapan pujian dan ucapan saying harus senantiasa menghiasi bibir kita ketika berkomunikasi dengan anak-anak. Tegurlah mereka dengan kelembutan, berikan selalu arahan untuk berbuat kebaikan melalui teladan dan nasehat.
2.       Pendidikan dan Sekolah
Pendidikan seorang anak adalah mutlak tanggungjawab orangtuanya. Banyak sudah ayat al-Qur'an serta hadits Nabi Muhammad saw yang berbicara tentang hal ini. Menyadari tanggungjawab ini tidak sedikit orangtua yang rela mengeluarkan uang puluhan juta rupiah demi pendidikan anak-anak mereka. Ada lagi kelompok lain yang segera mencarikan lembaga pendidikan yang baik sejak usia anak mereka masih dini. Dengan melakukan itu semua mereka merasa telah memberikan pendidikan terbaik untuk anaknya. Padahal tidak, karena pendidikan terbaik ada di dalam rumah.
Lembaga pendidikan adalah pihak ketiga dalam proses pendidikan anak yang berperan membantu tugas orangtua. Namun, bukan menjadi pengambil alih proses pendidikan tersebut. Tanggungjawab pendidikan tidak serta merta berpindah kepada lembaga saat kita telah membayar mahal lembaga tersebut. Orangtua dan rumah tetap memiliki peran dan tanggungjawab yang paling besar terhadap pembentukan akhlaq anak-anak kita. Pondasi keimanan serta bangunan kesholehan selayaknya dibangun oleh para orangtua sejak dini.
Apalagi jika melihat kondisi system pendidikan di Negara kita saat ini. Kurikulum yang terus berganti dan tidak diiringi dengan pergantian SDM-nya. Menyebabkan kurikulum tersebut bagaikan omong kosong dan bualan semata. Pergeseran paradigma keberhasilan belajar yang hanya diukur sebatas nilai rapot. Keberhasilan seorang anak yang hanya dipandang dari pengumuman kelulusan ujian. Materi-materi yang diberikan dihafal dan dibaca hanya sekedar untuk dapat menjawab soal ulangan. Semuanya melahirkan generasi yang rapuh nilai dan kosong akan makna.
Saatnya kita bergerak, menjadikan rumah kita sebagai madrasah pertama dan yang utama bagi anak-anak kita. Ajarkan pesan-pesan Nabi SAW, sampaikan kisah-kisah para pejuang Islam. Niscaya anak-anak kita akan memiliki jiwa besar. Mereka memiliki rasa percaya diri yang tinggi, konsep diri yang baik, pikiran yang terbuka, dada yang lapang dan harga diri (self-esteem) yang kukuh.
Jadikan lembaga di luar rumah hanya sebagai bala bantuan yang digunakan jika diperlukan. Selektif memilih dan memilah bagian mana yang akan kita perkuat sendiri di rumah, dan bagian mana yang memerlukan bantuan pihak luar.
3.       Teknologi Informasi dan Komunikasi
Dunia kita hari ini telah jauh berubah. Arus globalisasi yang ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi dan informasi menyebabkan dunia makin sempit. Kita akan dengan sangat mudah mengakses berbagai kisah dan berita dari berbagai belahan dunia hanya dalam hitungan detik. Media elektronik bukan lagi barang mewah yang hanya dimiliki orang berduit. Karena di setiap rumah bahkan yang terletak di gang sempit, teknologi ikut hadir.
Kondisi ini menyebabkan anak-anak kita menjadi digital natives atau anak-anak digital. Teknologi menjadi bagian dari keseharian mereka, dan mereka mengenal teknologi tersebut sejak lahir. Dampaknya mereka menjadi sangat bergantung pada listrik, internet, dan gadget.
Problematika yang sering muncul pada anak-anak ini salah satunya adalah kurang focus. Gambar-gambar yang dihasilkan perangkat digital mudah berubah dan berdurasi singkat. Hal ini menyebabkan anak-anak sulit berkonsentrasi dan cenderung sulit tenang. Emosi mereka meledak-ledak, serta seringkali bertingkah sesukanya. Informasi terbuka yang mudah sekali mereka dapatkan menyebabkan orangtua dan guru tidak lagi menjadi sumber referensi mereka.Pengaruh buruk teknologi telah banyak diungkap dan dibahas para ahli. Yang perlu kita sikapi adalah bagaimana membentengi anak-anak kita dari pengaruh buruk tersebut.
Meski begitu kita tidak bisa mengharamkan teknologi untuk anak-anak. Karena bagaimana pun juga ada banyak peluang dan keuntungan di sana. Yang harus kita lakukan pertama kali adalah paham dan terampil dalam menggunakan teknologi. Selanjutnya jadilah orangtua yang otoritatif, dengan memberlakukan aturan main bagi penggunaan teknologi yang mengikat semua anggota keluarga termasuk kita. Masukkan ke dalam aturan main tersebut batasan waktu serta reward dan punishment.
Orangtua harus waspada saat muncul gejala kecanduan pada anak. Segera hindarkan anak dari teknologi dan berikan alternative kegiatan yang lebih menantang tapi tetap menyenangkan bagi anak. Jadikan teknologi yang mulanya sebagai saraba hiburan menjadi sarana pendidikan dan belajar bagi anak-anak kita. Insya Allah, saat orientasi pendidikan sudah lurus. Pola pengasuhan sudah dibenahi, teknologi tidak lagi menjadi buah simalakama bagi kita.

Selayaknya sebagai seorang Muslimah, kita tidak akan hanya menyesali dan mengutuk berbagai kondisi negative yang muncul akhir-akhir ini. Namun, saatnya kita berkarya berbuat sesuatu yang nyata demi menyelamatkan generasi penerus kita. Tentunya demi kejayaan Islam dan kaum Muslimin. 

#ODOPfor99days
#day23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar