Sabtu, 14 Desember 2013

Belajar Menulis Itu...

Salah satu keterampilan dasar yang selayaknya dimiliki oleh anak usia 7 tahun menurut Kurikulum Pendidikan Nasional adalah keterampilan menulis. Bahkan, di beberapa sekolah dasar, keterampilan ini menjadi salah satu pra syarat diterimanya seorang anak untuk masuk sekolah tersebut. Lebih dahsyat lagi, di tingkat Sekolah Dasar secara rutin dilakukan lomba Calistung (Baca, Tulis, Hitung) untuk kelas rendah. Di mana tes yang diberikan dalam lomba tersebut salah satunya adalah anak diminta menulis rapih dengan durasi waktu tertentu sebanyak satu halaman penuh.

Tuntutan untuk duduk diam dan menulis huruf per huruf dengan rapi merupakan salah satu hal yang membuat anak kami menghindar dari sekolah. Ketidaksiapannya untuk duduk diam dalam jangka waktu tertentu sambil mengerjakan tugas cukup dirasa membebani anak kami. Dan kasus ini banyak dialami oleh siswa-siswa sekolah dasar hari ini. Kondisi ini pula yang seringkali menjadi "perseteruan" antara ibu dan anak. Dimana sang ibu menuntut anaknya untuk mau mengikuti instruksi guru, sedangkan anak merasa tertekan dengan tuntutan tersebut.

Menyikapi kondisi tersebut, membuat kami mencoba menyusun ulang konsep belajar menulis bagi anak-anak. Pola pembelajaran menulis yang terjadi di sekolah-sekolah dasar- terutama yang konvensional- nyata-nyata banyak menimbulkan ekses negatif pada diri anak. Sehingga, kami berkeyakinan bahwa belajar menulis, bukan hanya sekedar belajar menuliskan huruf dan kata, serta memperindah bentuk tulisannya. Namun, lebih pada pembelajaran untuk mengungkapkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan.

Tulisan sebagai sarana komunikasi memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Ide yang diungkapkan secara lisan, seringkali mudah terlupakan karena tidak terdokumentasikan. Berbeda dengan ide dan gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Mereka akan abadi, karena terdokumentasikan. Orang bisa melihat kembali ide tersebut di lain waktu bahkan bisa menjadi referensi bagi orang-orang yang membutuhkan ide tersebut.

Dengan keyakinan inilah, kami mulai menanamkan kepada anak-anak kami untuk berani menuliskan ide dan gagasan sesederhana apa pun itu. Tak ada kritikan atas bentuk tulisan maupun kerapihannya. Apalagi dengan teknologi hari ini, menulis tidak lagi menggunakan media alat tulis. Meskipun media alat tulis tetap penting sebagai bagian dari stimulasi motorik halus mereka.

Anak-anak biasanya memulai belajar menulis dengan menuliskan kembali buku cerita yang sudah mereka baca. Selanjutnya mereka belajar menuliskan pengalaman, setelah itu beralih pada menuliskan imajinasi dan pemikiran mereka. Memang belum banyak yang kami lakukan, namun setidaknya dorongan yang kami lakukan cukup membuat anak-anak senang dengan dunia tulis menulis.

Salah satu hasil karya menulis Ira, yang hari ini berusia 6 tahun mulai dpublikasikan di sini. Atau juga hasil tulisan Bani, 9 tahun yang juga dipublikasikan di sini.

Kini, di usia 8 tahun Ira memiliki blog sendiri sebagai sarana menyalurkan idenya dalam dunia tulis menulis

#ODOPfor99days
#day42
#repost

Selasa, 10 Desember 2013

Melibatkan Anak Dalam Kegiatan Sehari-hari

Proses belajar Homeschooling yang paling mudah dan murah adalah melibatkan anak-anak dalam kegiatan orangtua. Ada banyak keuntungan yang didapat dengan melibatkan anak-anak dalam kegiatan kita. Salah satunya adalah menanamkan rasa tanggungjawab dan memupuk kemandirian. Yang biasa kami lakukan di rumah adalah dengan melibatkan mereka dalam aktifitas merapikan rumah. Mulai dari merapikan kamar, merapikan mainan, rak buku,dan pakaian.

Kami pun melibatkan mereka dalam kegiatan mencuci pakaian, mencuci piring, mengepel lantai, mencuci karpet, serta kegiatan mengurus tanaman, walaupun untuk tanam-menanam kami pun orangtuanya baru belajar. Namun dengan melibatkan mereka dalam kegiatan tersebut, akhirnya kami pun sama-sama belajar. Alur belajar menjadi sebuah diskusi dan saling berbagi, bukan proses belajar yang menggurui dan merasa paling tahu.

Selain kegiatan rumah tangga, anak-anak juga dilibatkan dalam kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan orangtua. Seperti yang kami lakukan saat terjadi gerhana bulan serta gerhana matahari Mei lalu. Sebagai pengurus di Mesjid tempat kami tinggal, kami biasa membuat surat edaran tentang pelaksanaan sunnah-sunnah seputar gerhana. Kami mengkoordinir kegiatan shalat Kusuf dan Khusuf serta penampungan shadaqah yang dilakukan saat terjadi gerhana.

Ada banyak hal yang dapat kami pelajari melalui kegiatan-kegiatan tersebut, di antaranya :
1. Pembelajaran kemandirian dan penanaman rasa tanggungjawab
Mandiri dan tanggungjawab dapat tumbuh dengan baik jika diawali dengan kepercayaan. Saat orangtua memberikan kepercayaan kepada anak untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan orangtua, saat itulah kepercayaan tersebut tumbuh. Kepercayaan yang ditanamkan orangtua dalam diri anak kemudian menumbuhkan rasa percaya diri serta tanggungjawab yang akhirnya tumbuh dalam kemandirian anak.

Namun, hal tersebut tidak akan tumbuh jika proses anak terlibat dalam kegiatan orangtua diawali dengan paksaan, perintah, bahkan ancaman. Sebaiknya orangtua mengawali proses tersebut dengan ajakan dan kepercayaan penuh terhadap anak. Kepercayaan penuh ditandai dengan minimnya instruksi dan koreksi dan memaksimalkan proses memberi teladan serta dorongan.

2. Eksplorasi berbagai ilmu pengetahuan baru
Kegiatan rumah tangga ataupun kegiatan lainnya merupakan sarana yang paling efektif untuk mengeksplorasi rasa ingin tahu anak. Pada proses kegiatan-kegiatan tersebut anak akan banyak memberikan pertanyaan serta tanggapan. Akhirnya diskusi pun tak dapat terhindarkan. Hal ini membuat anak bukan hanya memperoleh keterampilan namun juga pengetahuan. Proses pembelajaran yang terjadi pun bersifat mengalir, tidak formal, dan tidak terkesan menggurui namun sarat tetap makna karena belajar dilakukan melalui kereleaan dan bersifat menyenangkan untuk anak-anak.

3. Mendekatkan hubungan orangtua-anak serta antar saudara
Kegiatan bersama menuntut anak untuk belajar bekerjasama, saling menghargai, saling memahami, dan saling membantu. Sang kakak akan belajar untuk bersabar saat adiknya terkesan mengganggu pekerjaannya. Dan sang adik belajar untuk menghargai hasil pekerjaan kakaknya. Sang kakak juga belajar menjadi tutor untuk adiknya. Keceriaan yang nampak dalam berkegiatan bersama membuat anak-anak tampak lebih dekat dan akrab. Bagi kami, hal ini cukup mampu mereduksi persaingan dan perseteruan yang biasa terjadi di antara anak-anak.

Selain hal-hal menguntungkan di atas, kami pun dituntut untuk lebih bersabar dalam menjalani proses kegiatan-kegiatan tersebut. Karena terkadang pekerjaan menjadi lebih lama selesai saat anak terus bertanya tentang ini dan itu. Pekerjaan juga seringkali malah bertambah saat anak-anak malah terkesan "mengacaukan", karena hasilnya berantakan. Namun tidak jarang, pekerjaan terasa semakin mudah saat anak-anak sudah mulai terampil mengerjakan. Insya Allah semua kesabaran akan berbuah kekayaan hati.
Wallahu 'Alam bishshawab.

#ODOPfor99days
#day65
#repost


Pramuka HS : Banyaak Belajarnya

Sejak Oktober lalu, anak-anak mengikuti kegiatan Pramuka Homeschooling yang digagas oleh keluarga-keluarga HS yang ada di Bandung. Pramuka dari yang saya dengar dan baca mengedukasi anak tentang banyak hal, terutama kaitannya dengan life skill. Hal inilah yang mendorong kami mengenalkan Pramuka pada anak-anak. Ternyata, keinginan tersebut menemui banyak kendala.

Kesulitan pertama yang kami hadapi adalah mencari pembina Pramuka yang waktunya cocok dengan kami. Selanjutnya, muncul ketidakcocokan dengan sang kaka pembina. Penyebabnya kurang dipahaminya orientasi kami oleh sang kaka pembina. Masalah selanjutnya adalah tempat untuk latihan. Karena jarak yang berjauhan, kami berusaha mencari tempat yang nyaman dan bisa menerima kegiatan kami.
Namun, kendala-kendala tersebut tidak lantas membuat kami menyerah. Tekad untuk melakukan yang terbaik bagi anak-anak kami membuat kami banyak belajar melalui kegiatan ini.

Kegiatan ini diorientasikan sebagai ajang bersilaturahmi yang tidak kami sia2kan. Berbagai ide tentang muatan kegiatan pun kami coba ramu. Sehingga, kegiatan Pramuka ini menjadi kegiatan plus-plus. Karena selain materi Kepramukaan, ada juga materi tentang Lingkungan Hidup, Craft, Sains, Hobi, bahkan materi Keagamaan. Semuanya kami ramu sebisa mungkin agar dinikmati bersama oleh semua keluarga.


Alhamdulillah berbagai upaya kami, berbuah antusiasme anak-anak dalam mengikuti kegiatan. Hal ini terlihat betul dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan. Semoga, bisa menjadi stimulus agar anak-anak mampu menjadi pembelajar sepanjang hayatnya.

Kamis, 12 September 2013

Menabung Untuk Qurban

Setiap ada kesempatan untuk melakukan ibadah qurban, -tidak seperti kebanyakan orang- kami tidak pernah menisbatkan nama anak-anak kami sebagai qurbani. Hal ini cukup berdampak positif. Sejak dua tahun lalu, Bani mengutarakan ingin melaksanakan ibadah qurban. Motif awalnya karna ingin namanya terpampang dalam daftar qurbani seperti nama teman-temannya.

Keinginan tersebut memberi peluang bagi kami untuk memberikan pemahaman tentang ibadah qurban kepada anak-anak. Dan pemahaman tersebut ternyata semakin meneguhkan keinginan mereka untuk berqurban. Maka mulailah Bani menyisihkan uang jajannya 1000 rupiah setiap hari untuk celengan qurban. Dia pun mengajak serta adiknya. Targetnya mereka ingin berqurban di tahun ini.

Karena tidak setiap hari mereka diberi uang jajan, tentu saja celengannya pun tidak setiap hari terisi. Kini tabungan mereka hampir mencapai 2 juta rupiah. Jumlah uang yang tidak akan cukup untuk qurban berdua. Maka ayah pun berjanji akan berusaha menambah kekurangannya, walaupun jumlahnya cukup banyak.

Mudah2an keinginan anak-anak tercapai dan menjadi jalan bagi kesholehan mereka. Aamien.

Jumat, 06 September 2013

Dinamisasi Jadwal

Sebagai turunan dari program yang telah kami buat. Kami pun menyusun jadwal kegiatan harian. Jadwal awalnya dibuat dengan rinci dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Tuntutan utama dari tersusunnya jadwal adalah konsistensi diri, yang masih sulit untuk dibangun.

Kondisi-kondisi yang tidak tercover dalam jadwal seringkali menyebabkan melonggarnya kepatuhan terhadap jadwal yang telah disusun. Kondisi itu seperti: jadwal pengajian umi yang insidental, ayah yang libur, si kecil sakit, umi yang tidak enak badan, dan sebagainya. Hal ini berdampak negatif pada pembentukan konsistensi pada diri anak. Mereka menjadi seenaknya membuat jadwal dan seenaknya pula melanggar jadwal yang telah mereka susun.

Kondisi tersebut memberikan pelajaran berarti bagi kami untuk dinamis dalam menyusun jadwal kegiatan. Bagi kami jadwal kegiatan tetap penting sebagai panduan kegiatan sehari-hari. Namun, penyusunannna dibuat fleksibel dan tidak kaku. Sehingga saat terjadi kondisi-kondisi yang tidak diprediksi sebelumnya, kami tidak kesulitan untuk menyesuaikan diri. Oleh karena itu, jangan heran jika seminggu sekali kami akan merubah jadwal aktifitas kami. Karena manusia sebagai makhluk yang dinamis perlu terus berkembang dan berubah. Insya Allah semuanya adalah bagian dari proses belajar kami untuk memahami, mengasuh, dan membimbing mereka menjadi pribadi yang taqwa. Aamien.

Kamis, 05 September 2013

Program Baru Homeschooling

Selesai Libur Lebaran kemarin, saatnya anak-anak mulai melakukan kembali aktifitas yang terstruktur. Setelah sebelumnya mereka melakukan eksplorasi mandiri tanpa jadwal. Meskipun demikian, kegiatan membaca, menghafal, dan mengkaji al-Qur'an tetap dilakukan. Karena bagi kami kegiatan ini adalah kegiatan wajib yang tidak ada hari liburnya.

Program baru pun kami buat sebagai bahan acuan kami menjalankan aktifitas sehari-hari bersama anak-anak. Program yang kami susun memiliki prioritas pada pembentukan akhlaq mahmudah. Adapun kegiatan yang bersifat akademik menjadi prioritas selanjutnya.

Program baru tersebut kami susun dengan rincian sebagai berikut,
PROGRAM
KEGIATAN
WAKTU
BENTUK KEGIATAN
Sahabat AL-QUR'AN
Tilawah bersama
Ba'da Shubuh
Membaca al-Qur'an bersama-sama secara bergiliran
Terjemah dan tafsir
Ba'da tilawah
Membacakan terjemah ayat yang telah dibaca dan menggali nilai-nilai ruhiyah di dalamnya
Hafalan Qur'an
Ba'da Ashar
Menghafalkan ayat-ayat al-Qur'an minimal satu ayat perhari
Muqimush Shalat
Shalat berjama'ah
Seminggu sekali
Shalat maghrib berjama'ah di rumah setiap hari ahad yang dilanjutkan dengan review kegiatan mingguan.
Kemandirian dan Pengendalian Emosi
Buku Bintang
Sebelum tidur
Melatih dua jenis keterampilan (life skill) tiap minggunya.
Kalimat Positif

Menempelkan kalimat-kalimat positif sebagai motivator dalam beramal shalih bagi seluruh anggota keluarga
Eksplorasi Minat
Kegiatan bersama
Jam 07.30-10.00
Kegiatan terstruktur yang dilakukan bersama orangtua, seperti: Percobaan sains, game matematika, wisata edukasi, craft, bedah buku dsb

Kegiatan Mandiri
Jam 13.00-14.00
Kegiatan yang dilakukan secara mandiri tergantung minat masing-masing anak.
Pengenalan Bahasa Asing
Hari Bahasa
Rabu dan Kamis
Rabu: Bahasa Arab, dan Kamis: Bahasa Inggris


Selasa, 14 Mei 2013

Mengevaluasi Gaya Pengasuhan dari "Anyang-anyangan"


Anyang-anyangan (bahasa sunda) adalah kegiatan bermain peran (role playing) yang biasa dilakukan anak-anak kami di rumah. Permainan ini terutama sering dilakukan oleh anak-anak perempuan, meskipun sang kakak yang laki-laki pun tak jarang ikut terlibat. Dalam permainan ini biasanya mereka berbagai peran, ada yang menjadi orangtua, kakak, adik, atau tetangga. Mereka pun biasanya menentukan tema permainan. Kadangkala temanya di dalam rumah, tema rekreasi, pergi ke dokter, berbelanja, sampai tema perang-perangan.

Kegiatan ini mereka lakukan secara spontan. Tanpa ada instruksi atau arahan dari orang dewasa. Pembagian peran pun mereka lakukan secara proporsional. Saya seringkali sengaja memperhatikan pola permainan mereka dan ternyata banyak hal menarik yang bisa digali di dalamnya.
Saat memperhatikan mereka bermain, saya serasa diajak untuk mendalami hal-hal yang telah mereka pelajari selama ini dari lingkungan sekitarnya. Dan ini merupakan bagian penting dari yang disebut sosialisasi. Saya kemudian merefleksikan apa yang mereka perankan dengan pengalaman yang telah mereka terima. Akhirnya saya pun dapat mengevaluasi berbagai hal.

Salah satunya, saat mereka memerankan tema orangtua dan anak. Saya akhirnya merelefkesikan apa yang mereka perankan, adalah pengalaman yang mereka dapatkan dari kita sebagai orangtuanya. Bagaimana cara mereka berkomunikasi, cara mereka bertindak merupakan refleksi dari pengalaman yang mereka terima dari kami sebagai orangtuanya. Dari sana, saya pun diajak anak-anak untuk mengevaluasi pola pengasuhan selama ini. Kecenderungan lebih banyak mengkritik, mendikte, dan mengatur anak-anak merupakan salah satu poin penting bagi kami yang harus mulai dirubah.

Hal lainnya, saya pun semakin meyakini bahwa proses sosialisasi yang terpenting terdapat di rumah tangga. Karena di sinilah anak akan belajar banyak hal tentang bagaimana cara berkomunikasi, bergaul, dan bertindak yang sesuai dengan norma masyarakat yang bersendikan agama. Wallahu 'alam

#ODOPfor99days
#day47
#repost

Rabu, 01 Mei 2013

Klub Kecil : Tempat Kami Belajar Bersama

Semenjak memutuskan HS, saya menjadi rutin membuka internet terutama Facebook sebagai media sosial yang akrab dengan saya. Melalui Facebook saya pun dipertemukan Allah dengan keluarga-keluarga HS lain. Banyak yang sudah saya kenal, namun belum ada yang terasa cocok di hati untuk diajak bertemu langsung dan kopdar. Hingga akhirnya saya berkenalan dengan seorang ibu bernama Lia Barra.

Domisili di Bandung dan entah mengapa merasa cocok dengan Beliau, kami pun berjanji untuk bertemu. Beberapa kali mengagendakan, namun selalu batal dengan berbagai kondisi. Hingga akhirnya kami dipertemukan di Mesjid Salman ITB pada Pebruari lalu. Sharing banyak hal dengan beliau tentang menjalani HS menambah energi baru untuk saya menjalani keputusan ini. Kami pun bersepakat bahwa memang diperlukan pertemuan rutin antar keluarga HS terutama para ibu sebagai pelaku utama HS guna saling menguatkan.

Melalui rahmat Allah, akhirnya harapan kami tersebut mulai mendapat titik terang setelah kami bertemu dengan dua ibu HS lainnya, yaitu teh Maya Pujiati dan teh Eva Zakiyah. Pada pertemuan perdana tersebut kami pun menyepakati beberapa hal, di antaranya kami akan melakukan pertemuan rutin bulanan yang ditujukan untuk memberi kesempatan anak-anak belajar bersama. Tutor dan materi bersumber dari para orangtua dengan kapabiitas mereka masing2. Sedangkan untuk diskusi para orangtua untuk sharing dan saling menguatkan akan dilakukan secara online.

Berdasarkan inisiatif teh Maya Pujiati sebagai senior kami dalam HS, kami pun menamai grup kami dengan Klub Kecil yang merupakan singkatan dari Keluarga Pecinta Ilmu. Kami pun mengajak dua ibu HS lainnya, ada teh Deasy Puspawati dan teh Cynthia Heryadi. Kedua2nya bukan asli sunda, sehingga bahasa komunikasi kami yang awalnya menggunakan bahasa sunda harus berubah menjadi Bahasa republik.

Alhamdulillah, silaturahmi yang dijanjikan Allah akan membuka pintu rezeki ini penuh barokah bagi kami. Hingga hari ini sudah dua kali pertemuan Klub Kecil digelar. Yang pertama dilaksanakan di Taman Lansia dan yang kedua di rumah teh Lia Barra.Kedua-duanya memberikan kesan yang mendalam bagi kami. Kami menjadi semakin kuat dengan pilihan kami, karena tidak merasa sendiri. Kami pun memiliki kesempatan yang besar untuk berdiskusi dan berbagi tentang keseharian menjalani HS. Barokah lain dirasakan oleh anak-anak kami yang mendapatkan teman baru yang memiliki idealisme yang sama dalam menjalani proses belajar. Hubungan persahabatan yang terjalin bukan hanya persahabatan antar orangtua, atau hanya antar anak-anak. tapi, persahabatan yang terikat adalah persabahatan antar keluarga.





Semoga kami mampu tetap istiqomah dalam menjalani keputusan kami demi pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak kami, juga semoga silaturahmi kami pun tetap istiqomah dalam ridlo-Nya agar keberkahannya terus mengalir dan selalu bertambah. Aamien..

Belajar Blogging Untuk Homeschooling

Memutuskan Homeshooling (HS) membuat kami menyelami dunia baru. Dunia yang penuh tantangan dan pengalaman baru. Hal tersebut tidak hanya dirasakan oleh anak-anak sebagai subjek belajar, namun termasuk kami sebagai orangtua. Karena proses belajar dalam HS tidak hanya menuntut anak saja yang belajar. Tapi juga menarik para orangtua untuk mau belajar dan terus menggali pengalaman-pengalaman baru. Hal inilah yang semakin hari membuat saya semakin nyaman dengan pilihan HS.
Di antara hal baru yang kami jalani, adalah rutinitas membuka internet. Mulai dari berjejaring dengan sesama pelaku HS, mencari bahan belajar untuk anak-anak, serta memperkaya khazanah keilmuan kami agar tidak tertinggal dari anak-anak kami. Terakhir kami mendapat wawasan baru tentang cara efektif menyimpan portofolio belajar anak-anak melalui Blog. Makhluk asing yang belum pernah saya pribadi menyentuhnya selama ini.
Blog memang bukan kata asing di telinga kami, selama ini kami sering mendengar juga membuka blog-blog pribadi milik teman atau kenalan. Namun, membuat blog sendiri adalah sesuatu yang belum pernah terbayang selama ini. Selain karena merasa kesulitan membagi waktu dengan aktifitas sehari-hari, minimnya pengetahuan saya tentang makhluk asing tersebut membuat hal itu tidak pernah terbersit sedikit pun dalam hati kami. Namun menyimak dan memperhatikan uraian beberapa orang teman -yang sebagian besar hanya bertemu di dunia maya- nampaknya kami harus mulai melirik makhluk asing ini. Maka dengan segala ketidak tahuan, kami pun mulai mencari tahu tentang cara membuat blog.

Tawaran dari Pak Aar saat mengikuti Webinar HS untuk ikut dalam Tutorial membuat blog sangat menggiurkan. Namun dengan berbagai kendala terutama budget keluarga yang harus dibagi-bagi, membuat saya menunda pendaftaran. Saya pun mencoba mengutarakan keinginan belajar blog di Klub Kecil. Alhamdulillah teh Maya sebagai senior kami di Klub Kecil menyambut baik. Beliau kemudian memberikan tutorial gratis dalam bentuk PDF bagi kami.

Ilmu tersebut sangat berguna bagi kami, untuk mulai dengan percaya diri mendaftar dan membuat blog. Dan mulai menuliskan pengalaman-pengalaman kami belajar bersama anak-anak. Ternyata, 'bermain' dengan blog memang mengasyikkan, kini semakin besar kepenasaranan kami untuk belajar lebih banyak tentang blog. Terutama kami ingin sekali mengefektifkan blog kami sebagai portofolio belajar anak-anak. Ada begitu banyak pertanyaan tentang bagaimana 'bermain-main' dengan blog yang sudah kami miliki sekarang. Mulai dari bagaimana agar bisa menampilkan ilustrasi yang menarik, bagaimana cara mengolah foto dan video, serta bagaimana membuat blog kami menjadi menarik, efektif, dan bermanfaat bagi semua.

Makanya, saat mba Lala melalui Digital Mommie menawarkan tutorial gratis, tentu kami sambut dengan baik. Kegiatan yang ditawarkan mba Lala adalah Workshop Online Belajar Blog. Artinya kami tidak harus beranjak dari tempat kami, dan cukup menyiapkan komputer serta koneksi internet...PRAKTIS! Selama ini, kami mengunduh beberapa video tutorial yang ditawarkan secara gratis oleh Digital Mommie. Namun, kalau ada tutorial komplitnya kenapa tidak? Semoga kegiatan ini barokah..Aamien.

<center><a href="http://im.digitalmommie.com/workshop-online-membuat-blog-berbasis-blogger/"><img class="aligncenter" alt="DMbannerGiveaway" src="http://im.digitalmommie.com/wp-content/uploads/2013/04/DMbannerGiveaway.jpg" width="400" height="85" /></a></center>

Kamis, 18 April 2013

SOSIALISASI ANAK HOMESCHOOLING


Menjadi pertanyaan pertama bagi orang-orang yang mendengar bahwa kami memilih Homeschooling adalah tentang sosialisasi. Pertanyaan yang cukup standar dan dapat dimaklumi sebagai pertanda belum pahamnya kebanyakan orang dengan konsep HS. Pertanyaan-pertanyaan itu mendorong saya untuk berbagi sedikit pengetahuan tentang sosialisasi.

Apa itu sosialisasi? 
Jika kita bertanya pada diri kita juga orang-orang kebanyakan, mereka akan menjawab bahwa sosialisasi itu adalah bergaul dan bermasyarakat. Jawaban itu tidak salah namun kurang tepat. Karena ternyata sosialisasi adalah proses belajar agar seseorang memiliki kepribadian sosial yang sesuai sehingga mampu menjadi individu yang bertanggungjawab. Tanggung jawab yang dimaksud tentunya tanggungjawab yang sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagai pegangan hidup utama.

Manusia adalah makhluk social. Mereka lahir dengan naluri social, namun belum memiliki sifat social (asocial). Kemampuan sosial anak akan diperoleh melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orangtua, saudara, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya.

Pada awal masa perkembangannya, kebutuhan social anak akan sangat tergantung pada orangtua serta lingkungan rumahnya. Namun, seiring perkembangannya, anak akan membutuhkan lingkungan social yang lebih luas. Pada saat itu pengaruh teman sebaya sangat kuat pada perkembangan social anak. Pengaruh teman sebaya pada anak-anak cenderung bersifat negative, terutama jika tidak ada sumber rujukan yang positif bagi mereka. Jika dibiarkan, pengaruh teman sebaya bisa mengalahkan pengaruh orangtua, guru, serta orang dewasa lainnya.

Proses sosialisasi di rumah tangga merupakan proses sosialisasi yang terpenting. Rumah diharapkan menjadi dasar dan rujukan bagi proses sosialisasi anak. Sehingga akan menjadi salah jika sosialisasi anak-anak kita digantungkan hanya pada system sekolah. Kondisi tuntutan kurikulum belajar yang menyita perhatian sebagian besar guru, seringkali menyebabkan mereka abai terhadap proses sosialisasi yang terjadi pada anak di sekolah.

Proses sosialisasi di rumah terutama diperoleh anak dari interaksi bersama orangtua, saudara serta keluarga besar. Mengenalkan silsilah keluarga (sunda:pancakaki) merupakan salah satu hal penting dalam proses sosialisasi anak. Belajar tentang panggilan yang berbeda untuk tiap anggota keluarga, memahami tentang pertalian antar anggota keluarga merupakan dasar bagi anak mengenal tentang status dan hubungan social.

Bagi kami yang menjalani HS, sosialisasi bukan hal yang sulit. Karena di dalam rumah mereka belajar banyak hal tentang cara menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih kecil, bekerjasama serta saling menghargai. Peluang untuk meletakkan dasar-dasar sosialisasi yang positif menjadi lebih besar, apalagi bagi saya yang hidup di lingkungan keluarga besar.

Menjalani HS juga bukan berarti anak-anak hanya hidup di dalam rumah tanpa mengenal dunia luar. Justru dengan HS, anak-anak memiliki peluang yang besar untuk menjelajah lingkungannya, bergaul dengan sesamanya. Pergaulan anak-anak HS juga tidak terbatas dengan teman sebaya, tapi mereka dapat bergaul lintas usia.

Bagi kami proses sosialisasi anak-anak dijalani dengan bergaul di keluarga, belajar mengaji di mesjid, shalat berjama'ah di mesjid, serta berkegiatan bersama anak-anak HS lainnya. Pada akhirnya, anak-anak kami memiliki lebih banyak teman serta pengalaman karena lebih memiliki banyak waktu untuk bergaul.

#ODOPfor99days
#day43
#repost

Kamis, 11 April 2013

Komunikasi Empatik


Dalam membina rumah tangga, komunikasi menjadi bagian penting yang harus mendapat perhatian tiap pasangan. Evaluasi yang kontinu terhadap pola komunikasi antar pasangan harus senantiasa dilakukan demi terciptanya hubungan yang harmonis. Banyak pasangan yang menyadari hal ini, namun kesulitan untuk menerapkan pola komunikasi yang baik dan tepat masih sering menjadi permasalahan utama dalam rumah tangga.

Stephen Covey (1997) seorang trainer motivasi mengemukakan sebuah gagasan tentang pola komunikasi empatik yang ditulisnya dalam bukunya yang berjudul “The 7 Habits of Highly Effective People” atau 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. Komunikasi empatik adalah pola komunikasi yang memiliki prinsip ‘berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti’. Prinsip ini sebenarnya sudah sejak lama diajarkan oleh Rasulullah saw baik dalam membina komunikasi di keluarga maupun masyarakat.

Dasar dari komunikasi empatik adalah keterampilan mendengarkan empatik, dimana setiap pasangan berusaha mendengarkan secara intensif apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh pasangannya. Empati memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan dengan simpati. karena dalam mendengarkan empatik, kita bukan hanya mendengarkan dengan telinga, namun juga mendengarkan dengan mata dan hati kita.

Kebiasaan kita saat mendengarkan orang lain adalah dilanjutkan dengan menjawab, mengomentari dan merefleksikannya dengan keadaan kita sendiri.  Seperti contoh, “Saya bisa mengerti perasaan anda, saya juga pernah mengalaminya, cobalah lakukan ini dan itu, saya pun berhasil mengatasi masalah dengan melakukan hal tersebut.” Pada saat kita mengatakan hal itu, sebenarnya kita bukan sedang mendengarkan orang lain, namun kita sedang memaksakan orang lain untuk mendengarkan dan mengerti kita.

Mendengarkan empatik adalah memahami orang lain dengan memasuki paradigma mereka dan tidak menjadikan paradigma kita sebagai acuan. Kita mendengarkan orang lain dengan maksud untuk memahami dan bukan mengevaluasi juga menilai secara sepihak. Inilah konsep yang diisyaratkan dalam hadits,
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (البخارى)
Dari Nabi saw bersabda : Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sampai dia mampu mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri (HR Bukhari).

Mendengarkan secara empatik mensyaratkan kita  menghilangkan berbagai prasangka yang 
biasanya memberikan persepsi awal terhadap apa yang akan disampaikan orang lain terhadap kita. Sehingga kita merasa bahwa kita mengetahui kemana arah pikiran dan perasaan orang tersebut. Rasulullah saw sangat mewanti-wanti umatnya untuk menjauhi prasangka. Karena prasangka adalah ‘akdzabul hadits’. Prasangka hanya akan menggiring kita pada justifikasi sepihak, sehingga respon yang kita berikan menjadi tidak adil.

Mendengarkan secara empatik memerlukan latihan yang terus menerus dan kontinu. Tidak mudah mewujudkannya dalam pola komunikasi kita, terutama karena kita terbelenggu dengan kebiasaan mendengarkan yang diakhiri dengan menilai dan mengevaluasi pasangan kita. Bahtera rumah tangga merupakan tempat yang paling efektif untuk mengasah dan mengaplikasikan konsep tersebut.

Melalui pernikahan kita disatukan dengan orang yang pada awalnya bukan siapa-siapa kita, tapi kemudian menjadi orang pertama yang kita temui saat bangun tidur. Pemahaman terhadap pikiran dan perasaan pasangan mutlak diperlukan dalam upaya mewujudkan rumah tangga sakinah mawaddah warahmah. Dengan pola mendengarkan empatik, pemahaman tersebut dapat kita raih dengan baik, meskipun perlu latihan yang terus menerus. Selama ini kita hanya belajar tentang bagaimana cara bicara dan mengungkapkan pikiran kita dengan baik, namun kita lupa belajar bagaimana mendengarkan yang baik.

Saat kita mendengarkan orang lain dalam hal ini pasangan kita, serta berusaha membenamkan diri kita untuk memahami mereka, sebenarnya kita tengah membuka jalan agar pasangan kita pun memahami kita. Dengan bekal pemahaman terhadap pikiran dan perasaan pasangan kita, kemudian kita berusaha mendiagnosa dan bersama-sama merumuskan solusi untuk setiap permasalahan yang dihadapi. Pemahaman yang tumbuh dari komunikasi yang empatik akan mempu menumbuhkan kepercayaan dan kasih sayang yang mendalam. Inilah makna dari konsep berusaha mengerti terlebih dahulu baru dimengerti.

Komunikasi yang empatik juga dilandaskan pada cinta dan kasih sayang yang merupakan rahmat dari Allah SWT dan tercurah hanya pada hati yang siap menerimanya. Cinta dan kasih sayang lahir dari kelembutan hati yang selalu siap menerima berbagai kondisi baik positif maupun negatif. Semuanya muncul karena dilandasi keimanan bahwa segala yang telah ditentukan Allah adalah baik.

Cinta dan kasih sayang yang diwujudkan oleh komunikasi empatik adalah cinta yang mampu membangkitkan perasaan yang terpuruk, cinta yang mampu memaafkan setiap kesalahan yang ada, juga cinta yang mampu memberikan ruang bagi kealfaan dan kekurangan. Karena jika cinta hanya menuntut kesempurnaan, berarti cinta itu tidak sempurna. Inilah yang diisyaratkan dalam du’a Rasulullah saw untuk pasangan pengantin, “Barakallahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fi khoirin” (semoga Allah mencurahkan barokahnya baik dalam suka maupun  duka, dan mengumpulkan apa yang ada di antara kalian berdua agar selalu ada dalam kebaikan).

Komunikasi empatik merupakan salah satu cara untuk membina komunikasi yang efektif dalam rumah tangga. Sehingga, suami dan istri mampu menempatkan dirinya dalam koridor peran dan tanggungjawabnya masing-masing tepat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.