Dalam membina rumah tangga, komunikasi menjadi
bagian penting yang harus mendapat perhatian tiap pasangan. Evaluasi yang
kontinu terhadap pola komunikasi antar pasangan harus senantiasa dilakukan demi
terciptanya hubungan yang harmonis. Banyak pasangan yang menyadari hal ini,
namun kesulitan untuk menerapkan pola komunikasi yang baik dan tepat masih
sering menjadi permasalahan utama dalam rumah tangga.
Stephen Covey (1997) seorang trainer motivasi
mengemukakan sebuah gagasan tentang pola komunikasi empatik yang ditulisnya
dalam bukunya yang berjudul “The 7 Habits of Highly Effective People” atau 7
Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. Komunikasi empatik adalah pola
komunikasi yang memiliki prinsip ‘berusaha mengerti terlebih dahulu, baru
dimengerti’. Prinsip ini sebenarnya sudah sejak lama diajarkan oleh Rasulullah
saw baik dalam membina komunikasi di keluarga maupun masyarakat.
Dasar dari komunikasi empatik adalah
keterampilan mendengarkan empatik, dimana setiap pasangan berusaha mendengarkan
secara intensif apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh pasangannya. Empati
memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan dengan simpati. karena dalam
mendengarkan empatik, kita bukan hanya mendengarkan dengan telinga, namun juga
mendengarkan dengan mata dan hati kita.
Kebiasaan kita saat mendengarkan orang lain
adalah dilanjutkan dengan menjawab, mengomentari dan merefleksikannya dengan
keadaan kita sendiri. Seperti contoh,
“Saya bisa mengerti perasaan anda, saya juga pernah mengalaminya, cobalah lakukan
ini dan itu, saya pun berhasil mengatasi masalah dengan melakukan hal
tersebut.” Pada saat kita mengatakan hal itu, sebenarnya kita bukan sedang
mendengarkan orang lain, namun kita sedang memaksakan orang lain untuk
mendengarkan dan mengerti kita.
Mendengarkan empatik adalah memahami orang
lain dengan memasuki paradigma mereka dan tidak menjadikan paradigma kita
sebagai acuan. Kita mendengarkan orang lain dengan maksud untuk memahami dan
bukan mengevaluasi juga menilai secara sepihak. Inilah konsep yang diisyaratkan
dalam hadits,
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ
حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (البخارى)
Dari
Nabi saw bersabda : Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sampai
dia mampu mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri (HR
Bukhari).
Mendengarkan secara empatik mensyaratkan kita menghilangkan berbagai prasangka yang
biasanya
memberikan persepsi awal terhadap apa yang akan disampaikan orang lain terhadap
kita. Sehingga kita merasa bahwa kita mengetahui kemana arah pikiran dan
perasaan orang tersebut. Rasulullah saw sangat mewanti-wanti umatnya untuk
menjauhi prasangka. Karena prasangka adalah ‘akdzabul hadits’. Prasangka hanya
akan menggiring kita pada justifikasi sepihak, sehingga respon yang kita
berikan menjadi tidak adil.
Mendengarkan secara empatik memerlukan latihan
yang terus menerus dan kontinu. Tidak mudah mewujudkannya dalam pola komunikasi
kita, terutama karena kita terbelenggu dengan kebiasaan mendengarkan yang
diakhiri dengan menilai dan mengevaluasi pasangan kita. Bahtera rumah tangga
merupakan tempat yang paling efektif untuk mengasah dan mengaplikasikan konsep
tersebut.
Melalui pernikahan kita disatukan dengan orang
yang pada awalnya bukan siapa-siapa kita, tapi kemudian menjadi orang pertama
yang kita temui saat bangun tidur. Pemahaman terhadap pikiran dan perasaan
pasangan mutlak diperlukan dalam upaya mewujudkan rumah tangga sakinah mawaddah
warahmah. Dengan pola mendengarkan empatik, pemahaman tersebut dapat kita raih
dengan baik, meskipun perlu latihan yang terus menerus. Selama ini kita hanya
belajar tentang bagaimana cara bicara dan mengungkapkan pikiran kita dengan
baik, namun kita lupa belajar bagaimana mendengarkan yang baik.
Saat kita mendengarkan orang lain dalam hal
ini pasangan kita, serta berusaha membenamkan diri kita untuk memahami mereka,
sebenarnya kita tengah membuka jalan agar pasangan kita pun memahami kita. Dengan
bekal pemahaman terhadap pikiran dan perasaan pasangan kita, kemudian kita
berusaha mendiagnosa dan bersama-sama merumuskan solusi untuk setiap
permasalahan yang dihadapi. Pemahaman yang tumbuh dari komunikasi yang empatik
akan mempu menumbuhkan kepercayaan dan kasih sayang yang mendalam. Inilah makna
dari konsep berusaha mengerti terlebih dahulu baru dimengerti.
Komunikasi yang empatik juga dilandaskan pada
cinta dan kasih sayang yang merupakan rahmat dari Allah SWT dan tercurah hanya
pada hati yang siap menerimanya. Cinta dan kasih sayang lahir dari kelembutan
hati yang selalu siap menerima berbagai kondisi baik positif maupun negatif. Semuanya
muncul karena dilandasi keimanan bahwa segala yang telah ditentukan Allah
adalah baik.
Cinta dan kasih sayang yang diwujudkan oleh
komunikasi empatik adalah cinta yang mampu membangkitkan perasaan yang
terpuruk, cinta yang mampu memaafkan setiap kesalahan yang ada, juga cinta yang
mampu memberikan ruang bagi kealfaan dan kekurangan. Karena jika cinta hanya
menuntut kesempurnaan, berarti cinta itu tidak sempurna. Inilah yang
diisyaratkan dalam du’a Rasulullah saw untuk pasangan pengantin, “Barakallahu
laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fi khoirin” (semoga Allah
mencurahkan barokahnya baik dalam suka maupun
duka, dan mengumpulkan apa yang ada di antara kalian berdua agar selalu
ada dalam kebaikan).
Komunikasi empatik merupakan salah satu cara
untuk membina komunikasi yang efektif dalam rumah tangga. Sehingga, suami dan
istri mampu menempatkan dirinya dalam koridor peran dan tanggungjawabnya masing-masing
tepat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar