Istilah bermain dan belajar sering menjadi penyebab terjadinya
'percekcokan' antara kita sebagai orangtua dengan anak. Orangtua sering
menuntut anak untuk lebih banyak belajar daripada bermain, namun anak
sebaliknya. Sebenarnya hal itu tak perlu terjadi, karena pada dasarnya bermain
dan belajar bukan merupakan dua hal yang berbeda.
Dunia anak adalah dunia yang penuh keceriaan dan
canda tawa. Kita sering dibuat tertawa sendiri jika mengenang masa itu dalam
hidup kita. Aktivitas mereka masih terlihat natural, tanpa harus terbebani
dengan berbagai formalitas kehidupan. Bermain pun menjadi salah satu
karakteristik kehidupan mereka yang khas. Sehingga dunia mereka adalah dunia
bermain. Namun, orangtua sering membatasi aktivitas bermain anak dengan alasan agar mereka
belajar lebih banyak.
Kejengkelan, kekhawatiran serta kekesalan orangtua
biasanya dikarenakan mereka mempertentangkan antara bermain dengan belajar.
Pada saat belajar, anak dituntut untuk serius, kaku dan tidak dapat
mengekspresikan dirinya secara utuh. Bagi seorang anak, ini adalah pengekangan.
Sehingga tidak sedikit yang terjadi malah pembangkangan. Pada akhirnya anak
akan mempersepsi belajar secara negatif dan berusaha terus menghindarinya.
Selama
ini para orangtua mengorientasikan belajar pada banyaknya hal yang dapat
dihafal anak, nilai rapot yang bagus, juara kelas serta segudang prestasi.
Mereka kemudian menyusun program belajar, les, kursus serta privat lainnya yang
harus diikuti anak. Sehingga, terkesan mereka menjadikan anaknya robot yang
harus dapat mencapai cita-cita orangtua mereka. Dengan paradigma belajar
seperti ini, anak menjadi seorang yang kaku karena tidak dapat memenuhi
kebutuhan bermainnya. Banyak anak yang tidak dapat mengembangkan fungsi psikologisnya,
kemampuan mental serta tidak mendapat kebahagiaannya.
Pada
dasarnya belajar bagi seorang anak, adalah bagaimana dia dapat mengenal,
memahami serta bersikap dalam lingkungannya. Anak telah memiliki kemampuan
untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan. Belajar sebagai suatu proses yang
disengaja hanyalah bertugas memfasilitasi proses pembangunan dan pengkreasian
pengetahuan tersebut. Melalui aktivitas yang natural, hangat dan menyenangkan
belajar akan terasa lebih bermakna bagi anak.
Untuk
itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua agar dapat menghadirkan
proses belajar yang menyenangkan, yaitu :
1.
Ubah mindset orangtua bahwa belajar harus serius
Pandangan
yang lurus ke depan, duduk dengan manis, sikap tubuh yang tegap dan tidak loyo,
tangan yang selalu siap mencatat adalah sikap-sikap yang dipersepsikan oleh
orangtua harus dilakukan anak saat belajar. Sehingga mereka akan marah saat
melihat anaknya tertawa-tawa, loncat kesana kemari, atau membongkar isi
lemarinya. Orangtua juga lebih senang melihat anaknya duduk menulis dan membaca
daripada menggambar atau main game.
Persepsi
inilah yang harus mulai kita ubah. Karena persepsi yang salah tentang belajar
akan menimbulkan tindakan yang salah pula dalam memfasilitasi belajar anak.
Anak adalah pembelajar alami yang mampu mengkreasikan pengetahuan dan
keterampilan secara mandiri. Lihat saja bagaimana saat bayi mereka akhirnya
bisa berjalan. Tanpa latihan yang terstruktur, instruksi ataupun aba-aba,
mereka mampu meniru orang dewasa berjalan secara mandiri.
2.
Perhatikan
sudut pandang anak
Pertimbangkan
kepentingan mereka bukan hanya kepentingan kita sebagai orangtua. Kita sebagai
orangtua sering mempersepsi bahwa anak tidak tahu apa yang terbaik bagi
dirinya, dan orangtuanyalah yang lebih tahu. Anak adalah individu yang unik,
yang memiliki keinginan serta perasaan. Mereka ingin dipahami dan dihargai
sebagaimana layaknya kita. Untuk itu Lakukan dialog yang terbuka dan jujur
tentang apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh anak. Terbuka artinya memberi kesempatan
kepada anak untuk mengungkapkan perasaan dan keinginannya. Jujur artinya berikan
informasi yang benar serta penghargaan yang tepat untuk setiap prestasinya.
3.
Cairkan
batasan antara belajar dan bermain
Tak perlu ada waktu khusus
untuk belajar atau bermain, karena setiap aktifitas anak adalah proses belajar
yang menyenangkan. Yang perlu dilakukan adalah memfasilitasi setiap aktifitas
anak agar lebih bermakna.
4.
Ganti
istilah belajar dengan bermain
Jangan katakan, "Yuk, belajar membaca!" tapai
katakan, "Yuk, kita mulai permainan membaca." Jangan pula terlalu
akademik, karena nilai bukan orientasi utama bagi anak. Tapi kepuasan dan
kesenangan adalah tujuan utama aktifitas yang mereka lakukan.
#ODOPfor99days
#day22

Tidak ada komentar:
Posting Komentar