Ahad, 24 April yang lalu saya mengikuti sebuah acara yang bertajuk "Sejuta Cinta Untuk Indonesia". Tampil dalam pembukaan acara tersebut, Ira dan teman-temannya membacakan Surat al-Mulk. Acara ini diselenggarakan oleh Wahdah Islamiyah, sebuah ormas Islam yang bergerak dalam Dakwah, Tarbiyah, dan Sosial. Pembicara yang dihadirkan dalam acara ini adalah teh Kiki Barkiah, seorang praktisi Homeschooling sekaligus pembicara seminar Parenting yang sedang naik daun. Pembicara lainnya adalah Ustdz. Ariyanti Rasmin yang merupakan Ketua Muslimah Wahdah Islamiyah tingkat Jawa Barat. Acara ini juga menghadirkan Ibu Netty, istri Gubernur Jawa Barat sebagai keynote speech.
Di tengah kesibukan sebagai istri Gubernur dan tugas utamanya sebagai istri dan Ibu dari anak-anaknya, Ibu Netty akhirnya menyempatkan diri untuk hadir dalam acara ini. Beliau datang lebih lambat dari jadwal yang sudah ditentukan. Saat itu acara diskusi sudah dimulai oleh pemaparan materi teh Kiki Barkiah. Karena kehadiran Ibu Netty, teh Kiki Barkiah pun menghentikan dulu materinya untuk memberi kesempatan kepada Ibu Netty menyampaikan speech-nya.
Tidak banyak yang saya ingat dari pemaparan Ibu Netty. Karena beliau juga memang tidak panjang-panjang berbicara. Hanya sekitar 15 menit saja. Namun, ada kesan mendalam dari pemaparan pendek Beliau yang membekas di hati saya.
Sebagai seorang aktifis advokasi ibu dan anak, Ibu Netty banyak memaparkan mengenai kasus-kasus mengenai "kekerasan" terhadap Ibu dan Anak yang kini marak terjadi. Beliau juga banyak memaparkan fenomena sosial yang buruk yang banyak terjadi di masyarakat khususnya Jawa Barat. sebagai provinsi dengan jumlah pendudukan terbesar di Indonesia. Berbagai fenomena yang terjadi di Jawa Barat secara signifikan akan ikut mempengaruh Indonesia secara keseluruhan. Karena menurut Ibu Netty, 20% penduduk Indonesia tinggal di Jawa Barat.
Diantara fenomena yang dipaparkan Bu Netty adalah kasus pelacuran yang banyak dilakukan anak-anak gadis yang berusia belia. Seolah sedang menjadi tren, mereka yang rata-rata baru menginjak SMP, di malam hari banyak yang berprofesi sebagai PSK. Bayaran mereka beragam, mulai dari 150 ribu hingga 250 ribu tergantung penampilan fisik mereka. Semakin cantik penampilannya, maka semakin mahal bayarannya. Mereka beroperasi di kota Bandung dan sekitarnya. Banyak diantara pelanggan mereka adalah turis asing. Karena Bandung kini menjadi salah satu tujuan wisata turis mancanegara. Katanya, dalam semalam jika sedang sepi mereka hanya melayani 4-5 laki-laki, namun jika sedang ramai bisa sampai 11 laki-laki dalam semalam. Na'udzubillahi min Dzalik. Pendapatan mereka kemudian dibagi 40:60 dengan 'Mami" sang Mucikari. Silahkan hitung berapa pendapatan mereka dalam semalam.
Dalam kasus di atas, anak-anak gadis tersebut melakukan perbuatan itu dengan sukarela dan tidak ada paksaan. Inilah salah satu kesulitan para aktifis sosial yang ingin mengadvokasi mereka. Karena banyak di antara mereka sudah merasa nyaman dengan aktifitasnya saat ini. Kasus lain masih terjadi di Jawa Barat, ada seorang pria yang menikahi janda beranak gadis. Setelah menikahi janda tersebut, dia kemudian menikahi anak tirinya. Ironisnya pernikahan itu disetujui oleh sang Ibu yang merupakan istri pertama, bahkan disahkan oleh Kantor Urusan Agama. Innalillahi wa Inna Ilaihi roji'un. Benar-benar sebuah fakta mencengangkan, yang membuat kita terus mengurut dada.
Fenomena yang dipaparkan oleh Bu Netty hanyalah sebagian kecil kondisi nyata yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Kondisi-kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi pada tetangga, saudara, bahkan mungkin keluarga kita sendiri. Walau itu bukanlah hal yang kita harapkan. Namun, kita harus senantiasa waspada terhadap berbagai kemungkinan. Saatnya kita betul-betul membentengi keluarga kita dengan bangunan yang kuat.
Hal yang paling berkesan bagi saya kemudian adalah penekanan Bu Netty akan pentingnya peran muslimah di masyarakat. Beliau mengungkapkan, kita tidak boleh hanya merasa cukup dengan membentengi keluarga kita saja. Kita tidak boleh merasa tenang, hanya karena melihat anak-anak kita memiliki prestasi yang baik di sekolah, mau menutup aurat, shalatnya baik, hapalannya al-Qur'annya bagus. Itu saja TIDAK CUKUP untuk membuat kita tenang. Bu Netty kemudian membacakan sebuah hadits populer yang artinya,
#ODOPfor99days
#day83
Di tengah kesibukan sebagai istri Gubernur dan tugas utamanya sebagai istri dan Ibu dari anak-anaknya, Ibu Netty akhirnya menyempatkan diri untuk hadir dalam acara ini. Beliau datang lebih lambat dari jadwal yang sudah ditentukan. Saat itu acara diskusi sudah dimulai oleh pemaparan materi teh Kiki Barkiah. Karena kehadiran Ibu Netty, teh Kiki Barkiah pun menghentikan dulu materinya untuk memberi kesempatan kepada Ibu Netty menyampaikan speech-nya.
Tidak banyak yang saya ingat dari pemaparan Ibu Netty. Karena beliau juga memang tidak panjang-panjang berbicara. Hanya sekitar 15 menit saja. Namun, ada kesan mendalam dari pemaparan pendek Beliau yang membekas di hati saya.
Sebagai seorang aktifis advokasi ibu dan anak, Ibu Netty banyak memaparkan mengenai kasus-kasus mengenai "kekerasan" terhadap Ibu dan Anak yang kini marak terjadi. Beliau juga banyak memaparkan fenomena sosial yang buruk yang banyak terjadi di masyarakat khususnya Jawa Barat. sebagai provinsi dengan jumlah pendudukan terbesar di Indonesia. Berbagai fenomena yang terjadi di Jawa Barat secara signifikan akan ikut mempengaruh Indonesia secara keseluruhan. Karena menurut Ibu Netty, 20% penduduk Indonesia tinggal di Jawa Barat.
Diantara fenomena yang dipaparkan Bu Netty adalah kasus pelacuran yang banyak dilakukan anak-anak gadis yang berusia belia. Seolah sedang menjadi tren, mereka yang rata-rata baru menginjak SMP, di malam hari banyak yang berprofesi sebagai PSK. Bayaran mereka beragam, mulai dari 150 ribu hingga 250 ribu tergantung penampilan fisik mereka. Semakin cantik penampilannya, maka semakin mahal bayarannya. Mereka beroperasi di kota Bandung dan sekitarnya. Banyak diantara pelanggan mereka adalah turis asing. Karena Bandung kini menjadi salah satu tujuan wisata turis mancanegara. Katanya, dalam semalam jika sedang sepi mereka hanya melayani 4-5 laki-laki, namun jika sedang ramai bisa sampai 11 laki-laki dalam semalam. Na'udzubillahi min Dzalik. Pendapatan mereka kemudian dibagi 40:60 dengan 'Mami" sang Mucikari. Silahkan hitung berapa pendapatan mereka dalam semalam.
Dalam kasus di atas, anak-anak gadis tersebut melakukan perbuatan itu dengan sukarela dan tidak ada paksaan. Inilah salah satu kesulitan para aktifis sosial yang ingin mengadvokasi mereka. Karena banyak di antara mereka sudah merasa nyaman dengan aktifitasnya saat ini. Kasus lain masih terjadi di Jawa Barat, ada seorang pria yang menikahi janda beranak gadis. Setelah menikahi janda tersebut, dia kemudian menikahi anak tirinya. Ironisnya pernikahan itu disetujui oleh sang Ibu yang merupakan istri pertama, bahkan disahkan oleh Kantor Urusan Agama. Innalillahi wa Inna Ilaihi roji'un. Benar-benar sebuah fakta mencengangkan, yang membuat kita terus mengurut dada.
Fenomena yang dipaparkan oleh Bu Netty hanyalah sebagian kecil kondisi nyata yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Kondisi-kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi pada tetangga, saudara, bahkan mungkin keluarga kita sendiri. Walau itu bukanlah hal yang kita harapkan. Namun, kita harus senantiasa waspada terhadap berbagai kemungkinan. Saatnya kita betul-betul membentengi keluarga kita dengan bangunan yang kuat.
Hal yang paling berkesan bagi saya kemudian adalah penekanan Bu Netty akan pentingnya peran muslimah di masyarakat. Beliau mengungkapkan, kita tidak boleh hanya merasa cukup dengan membentengi keluarga kita saja. Kita tidak boleh merasa tenang, hanya karena melihat anak-anak kita memiliki prestasi yang baik di sekolah, mau menutup aurat, shalatnya baik, hapalannya al-Qur'annya bagus. Itu saja TIDAK CUKUP untuk membuat kita tenang. Bu Netty kemudian membacakan sebuah hadits populer yang artinya,
"Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling bermanfaat bagi umat manusia"Bu Netty mengajak seluruh muslimah yang waktu itu hadir di Aula Dayang Sumbi, ITENAS Bandung untuk sama-sama menyingsingkan lengan baju berbuat untuk masyarakat dan bermanfaat untuk umat. Mari kita evaluasi sudah seberapa besar peran kita di masyarakat. Jangan sampai kita terlena dengan diri kita sendiri sampai melupakan nasib tetangga kita. Jadilah muslimah yang bermanfaat untuk umat sebagai bukti sejuta cinta kita untuk Indonesia.
#ODOPfor99days
#day83
Tidak ada komentar:
Posting Komentar