Memberikan ASI untuk saya yang sudah
memiliki empat anak, bukanlah hal yang asing. Namun setelah 10 tahun pernikahan, saya baru menyadari bahwa banyak ilmu tentang ASI yang belum saya ketahui. Kesadaran ini mulai muncul setelah berkenalan dengan Mba Monik, seorang Konselor ASI tingkat Internasional.
Perkenalan yang dimulai tanpa sengaja sekitar dua tahun lalu itu banyak membuka wawasan baru bagi saya. Banyak istilah terkait ASI yang sebenarnya sudah lama saya dengar. Namun, penjelasan tentang detil istilah itu belum saya ketahui. Saya pun tidak tertarik untuk mencari tahu lebih banyak. Asumsi bahwa tenaga medis yang membantu proses kelahiran tentulah memiliki pengetahuan tentang itu, membuat saya bersifat pasif.
Namun, kenyataannya tidak semua nakes (tenaga kesehatan) memiliki pengetahuan serta persepsi yang sama. Salah satunya berkenaan dengan ASI Eksklusif. Saat kelahiran anak pertama, saya dibekali sufor oleh ibu Bidan. Bahkan, diberi tips agar sufor diberikan dengan sendok bukan dot supaya bayi tidak bingung puting.
Saran tersebut diikuti dengan baik. Bahkan di malam pertama, Bani sudah saya beri sufor, karena ASI yang masih sedikit membuat dia menangis dan rewel. Terpengaruh saran bidan, saya terjemahkan tangisan itu sebagai rasa lapar. Pemberian sufor bahkan saya lanjutkan pada Bani untuk mendampingi ASI. Terutama saat saya pergi kuliah -waktu itu saya masih kuliah-, karena masih minimnya pengetahuan tentang memerah ASI. Padahal produksi ASI saya melimpah. Kekurangan ilmu saya berlanjut dengan pemberian MP-ASI dini pada Bani, yaitu di usia 3,5m. Dengan alasan frekuensi ngASI yang sering dan lama, sehingga khawatir dia tidak kenyang.
Begitu pula dengan anak kedua. "Dipaksa" lahir karena ketuban sudah pecah sedangkan pembukaan tidak ada. Dan bayi hampir 24 jam berada di dalam perut dengan kondisi ketuban yang sudah keluar. Dari hasil tes darah, DSA memutuskan bayi harus diberi perawatan intensif terlebih dahulu. Saat itu saya sudah diperbolehkan pulang dan bawa tetap di RS.
Dari setelah proses melahirkan, bayi hanya sebentar diberikan pada saya untuk disusui. Selanjutnya bayi disimpan di ruang bayi, terpisah dengan saya. Barulah keesokan paginya bayi kembali diserahkan. Saat bayi harus mendapat perawatan intensif, saya hanya bisa menemuinya di pagi hari, karen kondisi tubuh yang masih lemah. Otomatis bayi pun diberi sufor oleh pihak RS. Tanpa ada arahan agar saya memerah ASI untuk diberikan pada bayi.
Kalau pada anak ketiga, karena pendarahan akibat melahirkan yang saya alami menyebabkan saya harus dirawat intensif di RS. Waktu itu karena kondisi bayi sehat, maka diperbolehkan untuk pulang. Akhirnya selama saya dirawat, bayi pun diberi sufor di rumah.
Begitulah pengalaman saya dengan tiga bayi. Dengan wawasan yang kurang, dukungan nakes yang tidak memadai serta pengaruh lingkungan, ternyata banyak hal salah yang saya lakukan dengan mereka. Astaghfirullah
#ODOPfor99days
#day38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar