Jumat, 18 Maret 2016

Antara Ayah dan Ummi

Seperti layaknya pasangan yang akan memiliki anak pertama, saat kehamilan Bani kami pun sudah merencanakan panggilan untuk kami berdua. Waktu itu saya yang sejak lama ingin dipanggil Ummi jika menjadi seorang ibu sudah mengungkapkan duluan keinginan itu. Namun, mendengar keinginan saya, suami tampak merenung. Katanya kalau ummi nanti pasangannya Abi dan dia merasa tidak pas dengan panggilan itu.

Obrolan itu pun akhirnya lewat begitu saja berganti topik lain dan tak pernah didiskusikan kembali. Waktu itu saya berpikir suami setuju kalau panggilan untuk saya adalah ummi. Maka, sejak bayi dalam kandungan saya sudah biasa mengajaknya bicara dan membiasakan panggilan Ummi.

Mendekati waktu melahirkan, suami mulai mengatakan bahwa dia lebih suka dipanggil ayah. Saat itu saya tidak masalah dengan keinginan suami. Saya pikir tinggal menyesuaikan diri. Kalau Ayah pasangannya adalah Ibu atau Bunda. Namun, suami malah mengatakan, jika ingin dipanggil Ummi ya sudah Ummi saja tak perlu diganti. Saya bilang nanti ga matching dong kalau Ayah dan Ummi. Tapi apa tanggapannya? Beliau malah mengatakan, kita akan buat trend baru, jangan jadi follower jadilah trendsetter.

Saya sempat merasa geli dengan keputusan itu. Saya pikir nanti juga akan berubah jika anak sudah lahir. Apa kata orang nanti jika panggilannya Ayah-Ummi. Namun, setelah sang bayi lahir pun keputusan suami tetap. Dia mengatakan, tak perlu terpengaruh kata orang, yang penting apa yang kita lakukan tidak melanggar aturan

Itulah kisah asal mula panggilan Ayah-Ummi di rumah. Memang agak janggal ya...? Tapi setelah empat anak, kami ternyata semakin menikmati panggilan itu. Yang terpenting bukan panggilannya, namun bagaimana kita menjalani peran itu sebaik-baiknya.

#ODOPfor99days
#day55

Tidak ada komentar:

Posting Komentar